Site icon Gilabola.com

12 Kesalahan Fatal yang Membayangi Kepemimpinan Jim Ratcliffe di Manchester United

Jim Ratcliffe belum mampu mengangkat Manchester United

Gila Bola – Tahun pertama Jim Ratcliffe bersama Manchester United melalui Ineos dipenuhi kontroversi dan keputusan yang mengguncang klub. Sebagai pemilik minoritas dengan investasi Rp 25 Trilyun, Ratcliffe diharapkan membawa perubahan positif setelah dua dekade kepemilikan Glazer yang penuh kritik.

Namun, keputusan-keputusannya justru menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk para penggemar, staf, dan pemain. Berikut adalah 12 kesalahan terbesar yang telah dilakukannya sejauh ini:

Pertama, Pemecatan Dan Ashworth. Salah satu kesalahan besar Ratcliffe adalah memecat Dan Ashworth, direktur olahraga yang baru menjabat selama 159 hari. Langkah ini menunjukkan adanya ketidakselarasan dalam manajemen klub, yang justru memperburuk moral staf di Old Trafford.
Kedua, Kesalahan Manajemen Erik ten Hag. Setelah memberi Erik ten Hag kontrak baru hingga 2026, Ratcliffe mendadak memecatnya hanya empat bulan kemudian. Keputusan ini tidak hanya menciptakan kekacauan di tengah musim, tetapi juga menambah beban biaya kompensasi bagi klub.

Ketiga, Pergantian Tim Pelatih. Ratcliffe mengganti hampir seluruh tim pelatih Ten Hag, termasuk Mitchell van der Gaag dan Benni McCarthy. Kedatangan Ruben Amorim sebagai pelatih baru juga membawa tim pelatih yang berbeda, sehingga klub harus mengeluarkan biaya hingga Rp 433 Milyar untuk pergantian ini.

Keempat, Belanja Pemain yang Tidak Efisien. Di bawah Ashworth, klub menghabiskan Rp 4 Trilyun untuk pemain seperti Leny Yoro, yang cedera sebelum musim dimulai, serta Matthijs de Ligt, yang sudah memiliki riwayat masalah kesehatan. Pembelian ini tidak memberikan dampak signifikan pada performa tim.

Kelima, Pengurangan Jumlah Staf. Ratcliffe mengurangi hampir seperempat tenaga kerja klub untuk menghemat biaya, tetapi langkah ini justru merusak semangat kerja para karyawan. Banyak staf yang mengetahui status mereka hanya beberapa hari sebelum perjalanan pramusim.

Keenam, Rencana Old Trafford yang Tertunda. Rencana ambisius untuk memperbesar Old Trafford menjadi stadion berkapasitas 100.000 kursi terbentur masalah pendanaan. Ratcliffe kesulitan mencari solusi yang tidak melibatkan dana publik, sehingga masa depan proyek ini tidak jelas.

Ketujuh, Kenaikan Harga Tiket. Ratcliffe menaikkan harga tiket menjadi Rp 1,3 Juta untuk anggota klub dan menghapus diskon bagi anak-anak serta pensiunan. Kebijakan ini memicu protes besar dari penggemar yang merasa semakin terbebani.

Kedelapan, Pemotongan Anggaran untuk Penyandang Disabilitas. Ratcliffe bahkan mempertimbangkan mengurangi separuh anggaran Rp 810 Juta untuk Manchester United Disabled Supporters’ Association, yang memicu kritik bahwa klub telah kehilangan empati terhadap pendukungnya.

Kesembilan, Pemberlakuan Kebijakan Ketat pada Staf. Ratcliffe melarang bekerja dari rumah dan memberikan peringatan keras setelah inspeksi mendadak ke fasilitas klub. Staf yang dianggap tidak mematuhi aturan diberi peringatan untuk mencari pekerjaan lain.

Kesepuluh, Kurangnya Dukungan pada Tim Wanita. Saat tim wanita United mencapai final Piala FA, Ratcliffe memilih untuk menyaksikan pertandingan tim pria melawan Arsenal. Sikap ini menimbulkan kesan bahwa ia kurang memperhatikan perkembangan tim wanita.

Kesebelas, Penghapusan Tradisi Klub. Ratcliffe menghapus sejumlah tradisi, termasuk pemberian transportasi dan akomodasi gratis bagi staf untuk final Piala FA serta pesta Natal tahunan bagi karyawan. Langkah ini merusak hubungan antara manajemen dan staf.

Keduabelas, Pemecatan Sir Alex Ferguson sebagai Duta Klub. Langkah paling kontroversial adalah memutuskan kontrak Alex Ferguson sebagai duta klub. Ferguson, yang telah menjadi ikon United, harus menerima kabar ini dalam sebuah pertemuan makan siang. Langkah ini dinilai merendahkan jasa salah satu figur paling dihormati dalam sejarah klub.

Exit mobile version