Apa Sih Aturan Salary Cap Premier League? Aturan yang Bikin Arsenal, Setan Merah, dan The Reds Terpecah

Gilabola.com – Hari Jumat ini menjadi salah satu hari terpenting dalam sejarah modern Premier League. Dua puluh klub bersiap memberikan suara terkait paket aturan finansial baru yang bisa mengubah wajah kompetisi paling populer di dunia—baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Regulasi profit and sustainability rules (PSR) yang selama ini menjadi dasar penegakan keuangan klub berpotensi dihapus total. Sebagai gantinya, liga ingin memperkenalkan sistem kontrol finansial baru yang disebut-sebut akan menciptakan “revolusi ekonominya sendiri”.

Namun sebelum palu diketuk, kontroversi sudah membara. Klub-klub Inggris terbelah. Para pemain melalui asosiasinya—PFA—geram. Agen-agen top mengancam menggugat. Dan para suporter mulai bertanya-tanya: apakah ini masa depan yang tepat untuk Premier League?

Berikut penjabaran lengkap mengenai aturan-aturan baru yang menimbulkan perdebatan besar.

Top-to-Bottom Anchoring: “Salary Cap” yang Mengguncang Liga

Dari semua usulan aturan, top-to-bottom anchoring (TBA) adalah yang paling menuai pertentangan. Ide ini sebenarnya telah diuji coba pada awal 2024, dan kini Liga Inggris ingin mengesahkannya sepenuhnya.

Konsepnya sederhana namun ekstrem: Batas pengeluaran klub ditentukan oleh pendapatan klub paling buncit di klasemen.

Berdasarkan hitungan musim 2024–25—ketika Southampton finis terakhir—angka anchoring akan berada sekitar £546 juta, atau setara Rp11,57 triliun. Dengan proyeksi kenaikan hak siar, batas tersebut kemungkinan naik menjadi £600 juta (sekitar Rp12,7 triliun).

Angka itu bukan hanya mencakup gaji pemain, tetapi juga amortisasi transfer dan biaya agen.

Artinya: Seluruh klub Premier League hanya boleh total mengeluarkan maksimal Rp12,7 triliun—apa pun pendapatan mereka.

Karena alasan ini, publik menjulukinya sebagai salary cap. Sebuah perubahan brutal dibanding PSR yang hanya membatasi kerugian maksimal klub sebesar £105 juta dalam tiga tahun (sekitar Rp2,22 triliun).

Squad-Cost Rules: Versi Longgar dari Regulasi UEFA

Squad-Cost Rules (SCR) sudah diterapkan UEFA untuk klub-klub yang tampil di kompetisi Eropa. Premier League ingin mengadopsinya, namun dengan batasan lebih longgar.

UEFA menentukan batas 70% pendapatan klub. Premier League menawarkan angka lebih tinggi: 85% dari pendapatan klub dapat dialokasikan untuk:

  • gaji pemain
  • gaji manajer
  • amortisasi transfer
  • biaya agen

Artinya, klub bisa beroperasi lebih agresif dibanding aturan UEFA—tetapi tetap jauh lebih ketat daripada era tanpa batasan.

Sustainability & System Resilience: Menjaga Klub Tetap Bernapas

Bagian ketiga dari reformasi ini adalah Sustainability and System Resilience (SSR). Aturan ini memuat tiga rangkaian tes yang memastikan kondisi finansial klub tetap sehat:

  • tes satu musim
  • tes jangka panjang
  • tes kesiapan finansial untuk masa depan

Tujuannya jelas: mencegah krisis keuangan yang bisa membawa klub ke jurang kebangkrutan.

Siapa yang Paling Terpengaruh oleh Aturan Baru Ini?

Jika TBA disahkan dengan batas sekitar Rp12,7 triliun, sebagian besar klub Premier League tidak akan terpengaruh. Menurut laporan internal, hanya empat klub yang memiliki pendapatan melebihi batas tersebut.

Namun, jika TBA digabung dengan SCR, kelompok yang berada di posisi paling sulit adalah Big Six:

  • Arsenal
  • Chelsea
  • Liverpool
  • Manchester City
  • Manchester United
  • Tottenham Hotspur

Mereka tidak langsung tercekik, tetapi potensi masalah di tahun-tahun mendatang cukup mengkhawatirkan, terutama ketika pendapatan melonjak berkat kesuksesan atau tur komersial global.

Klub-klub yang menghabiskan porsi besar pendapatan untuk gaji dan amortisasi juga harus waspada, termasuk:

  • Aston Villa
  • Newcastle United
  • Everton
  • Bournemouth

Mengapa Aturan Ini Sangat Kontroversial?

Di luar klub, gelombang penolakan datang terutama dari dua kubu:

1. PFA dan Para Pemain

Asosiasi pemain menolak keras salary cap, menilai regulasi ini akan:

  • menekan gaji para pemain
  • menghambat perkembangan pasar Inggris
  • mengurangi daya saing Premier League dibanding raksasa Eropa lainnya

CEO PFA bahkan menyebut potensi gugatan hukum sebagai hal yang “tak terelakkan”.

2. Agen-Agen Top

Tiga dari agen sepak bola terbesar di Inggris—CAA Base, CAA Stellar, dan Wasserman—secara terbuka mengancam membawa Premier League ke jalur hukum.

Mereka menilai aturan ini mengintervensi pasar secara tidak wajar dan merugikan para pemain yang menjadi klien mereka.

Perang Suara: Klub Terbelah, Hasil Masih Misterius

Perubahan hanya bisa disahkan jika 14 dari 20 klub setuju. Namun, kubu Premier League saat ini saling bertentangan.

Klub yang menentang TBA:

  • Manchester United
  • Manchester City
  • Arsenal

Klub yang kemungkinan mendukung sistem baru:

  • Liverpool
  • Everton
  • Aston Villa

Namun segalanya masih mungkin berubah. Dengan tiga voting terpisah—TBA, SCR, dan SSR—hasil akhirnya bisa sangat kompleks.

Semua baru akan terjawab setelah proses pemungutan suara resmi pada hari Jumat 21 November 2025.

SebelumnyaReal Madrid Ubah Strategi, The Reds Terdesak dalam Perebutan Transfer Marc Guehi
SelanjutnyaErling Haaland Buru Rekor 100 Gol Liga Inggris Saat Manchester City Tantang The Magpies di St James’ Park