Aston Villa Bukan Lagi Kuda Hitam! Periode Terbaik dalam 111 Tahun Sejarah Klub

Gilabola.com – Bisakah Morgan Rogers menjadi motor utama Aston Villa dalam perburuan gelar Premier League? Dua gol luar biasa dari pemain berusia 23 tahun itu ke gawang Manchester United bukan hanya mengakhiri kutukan panjang di Villa Park, tetapi juga membawa Villa kembali merapat ke papan atas. Kini, mereka hanya terpaut tiga poin dari Arsenal, pemuncak klasemen yang akan mereka hadapi langsung di Emirates Stadium pada 30 Desember.

Laga itu akan menjadi momen pembuktian sesungguhnya. Apakah Aston Villa benar-benar siap bertarung dalam perebutan gelar, atau sekadar menikmati fase terbaik mereka?

Rogers, Pembeda yang Mengubah Segalanya

Aston Villa sejatinya tidak tampil dalam performa terbaik mereka. Namun, keberadaan Morgan Rogers membuat perbedaan besar. Ia adalah penentu laga, pengubah arah pertandingan, dan kini tampil sebagai pemain spesial yang sedang berada di puncak kariernya. Selebrasinya di depan Holte End selepas peluit akhir menjadi simbol kepercayaan diri dan kedekatan dengan para pendukung.

Menariknya, Villa sebenarnya bermain lebih dominan saat menaklukkan Arsenal dan Manchester City di stadion yang sama. Namun kemenangan atas Manchester United ini memiliki makna emosional yang jauh lebih dalam. Sebelumnya, Villa hanya mampu meraih satu kemenangan dari 26 laga kandang melawan United di liga — sebuah rekor yang terasa seperti beban mental.

Bayang-bayang masa lalu itu terasa nyata, terutama mengingat laga terakhir musim lalu di Old Trafford. Saat itu, Rogers sempat dijatuhkan di kotak penalti namun wasit tidak menganggapnya pelanggaran. United menang, dan tiket Liga Champions lepas dari genggaman Villa. Tekanan menghantam mereka. Kini, mereka tampak jauh lebih dewasa.

Manchester United yang Rapuh

Meski demikian, ini bukanlah Manchester United dengan aura dominan seperti masa lalu. Krisis cedera membuat mereka rentan. Bruno Fernandes harus ditarik keluar saat jeda karena cedera hamstring, sementara lini tengah diisi Jack Fletcher yang baru berusia 18 tahun dalam debut liganya, berduet dengan Lisandro Martínez yang sejatinya seorang bek tengah.

United sebenarnya tidak tampil buruk. Matheus Cunha bahkan sempat menyamakan kedudukan lewat penyelesaian apik. Namun, kegagalannya menyundul bola dari jarak dekat saat skor masih terbuka menjadi momen krusial. Peluang emas itu seharusnya berbuah gol.

Kekalahan ini membuat United hanya meraih dua kemenangan dari delapan pertandingan terakhir. Mereka kembali gagal memanfaatkan peluang menembus lima besar, sebuah pola yang menunjukkan masalah mendasar dalam konsistensi dan mentalitas.

Bagi Ruben Amorim, masalah semakin menumpuk. Absennya Matthijs de Ligt, Harry Maguire, hingga Kobbie Mainoo membuat lini belakang dan tengah United rapuh. Serangan mereka pun kembali tumpul. Kombinasi yang berbahaya untuk tim besar.

Gol yang Akan Selalu Diingat

Gol kemenangan Villa lahir dari insting tajam Rogers. Ia bereaksi jauh lebih cepat dibanding Leny Yoro dalam menyambar bola liar, lalu meliukkannya melewati kiper Senne Lammens. Di pinggir lapangan, Unai Emery merayakannya dengan melempar jasnya ke udara.

Namun, sorotan utama tentu tertuju pada gol pertama. Rogers mengontrol umpan John McGinn dengan gerakan akrobatik di sisi sayap, memotong ke dalam, lalu melepaskan sepakan melengkung kaki kanan yang indah. Sebuah penyelesaian kelas dunia yang pantas disebut kandidat gol terbaik musim ini.

Gol tersebut mencerminkan kepercayaan diri seorang pemain yang sedang berada di puncak performa. Usianya baru 23 tahun, dan semua tanda menunjukkan bahwa ia masih akan berkembang lebih jauh.

“Performa tim memberi saya kepercayaan diri untuk menjadi diri sendiri,” ujar Rogers.
Dan versi terbaik dirinya saat ini sungguh memanjakan mata.

Aston Villa, dari Krisis ke Rekor Sejarah

Dua gol Rogers membawa Aston Villa mencatatkan 10 kemenangan beruntun di semua kompetisi. Ironisnya, performa luar biasa ini datang tak lama setelah mereka mencatat awal musim terburuk dalam 28 tahun. Kini, mereka justru menikmati periode terbaik dalam 111 tahun sejarah klub.

Villa belum hanya membuktikan bahwa mereka layak diperhitungkan dalam perburuan gelar liga pertama sejak 1981, tetapi juga mempertegas reputasi Rogers yang kian menanjak. Ia bahkan mulai diproyeksikan sebagai starter timnas Inggris di Piala Dunia musim panas mendatang.

Rogers diperkirakan akan bersaing langsung dengan Jude Bellingham untuk peran nomor 10 — posisi yang menurut Thomas Tuchel paling cocok untuknya. Namun yang sering luput dari pembahasan adalah fleksibilitas Rogers di sisi kiri. Bersama Villa, ia kerap beroperasi dari sana dengan kebebasan menusuk ke tengah.

Bayangkan trio Bukayo Saka, Bellingham, dan Rogers di belakang Harry Kane. Sebuah skenario yang tampak masuk akal untuk Inggris.

Ketergantungan yang Perlu Diwaspadai

Namun, ada satu kekhawatiran nyata bagi Villa: ketergantungan berlebihan pada Rogers. Dari 10 kemenangan beruntun, delapan di antaranya diraih dengan margin satu gol. Ini bukan pola yang bisa terus dipertahankan.

Ollie Watkins, misalnya, baru mencetak tiga gol dari 23 penampilan musim ini. Angka tersebut jelas tidak sebanding dengan statusnya sebagai penyerang utama tim peringkat tiga klasemen. Villa membutuhkan kontribusi yang lebih merata jika ingin bertahan dalam persaingan panjang.

Meski begitu, Rogers tetap menjadi simbol harapan.

“Anda harus terus mencoba. Kadang berhasil, kadang tidak. Untungnya akhir-akhir ini semuanya berjalan baik,” katanya.

Kabar baik bagi klub, tim nasional, dan mungkin juga bagi Premier League yang sedang menyaksikan potensi perebutan gelar tiga arah.

Opini Kami

Aston Villa saat ini berada di persimpangan menarik antara mimpi dan realitas. Secara permainan, mereka belum selalu dominan. Data statistik seperti xG bahkan mengisyaratkan bahwa performa ini sulit dipertahankan. Namun sepak bola tidak selalu soal angka. Mentalitas, momentum, dan kepercayaan diri sering kali menjadi pembeda, dan Villa memilikinya sekarang.

Menurut kami di Gilabola.com, Morgan Rogers adalah katalis utama, tetapi justru di situlah tantangan terbesar mereka. Jika pemain lain seperti Watkins, Tielemans, atau bahkan lini belakang bisa naik satu level, Villa bukan hanya kandidat empat besar, melainkan ancaman nyata dalam perburuan gelar. Untuk saat ini, mungkin terlalu dini menyebut mereka calon juara. Namun satu hal jelas: menertawakan peluang Aston Villa musim ini adalah keputusan yang sangat berisiko.