Gilabola.com – Fulham menutup musim lalu di peringkat ke-11, tetapi tidak mendapat sorotan sebesar Brighton, Bournemouth, atau Brentford yang finis tepat di atas mereka.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sejarah panjang mereka di Premier League sebelum terdegradasi pada 2014, serta fakta bahwa musim ini adalah tahun kelima Marco Silva memimpin di Craven Cottage.
Sejak promosi pada 2022, hanya Brentford dan Nottingham Forest yang mampu meniru capaian Fulham dalam bertahan di kasta tertinggi.
Meski kerap menampilkan sepak bola atraktif, Fulham belum kembali ke kompetisi Eropa. Musim lalu, inkonsistensi menjadi masalah utama, sering kehilangan keunggulan di laga yang seharusnya bisa dimenangkan.
Kemenangan 3-2 atas Liverpool pada 6 April menjadi contoh ideal filosofi Silva — bermain menyerang, fisikal, dan penuh risiko. Namun, kekalahan 3-1 dari Everton pada 10 Mei, meski sempat unggul lebih dulu, mengakhiri mimpi menuju Eropa, termasuk Conference League.
Kekalahan dari Everton itu bertepatan dengan peresmian Riverside Stand, proyek senilai Rp7,5 triliun (£350 juta) yang diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan baru di luar hari pertandingan, menawarkan fasilitas kelas atas di tepi Sungai Thames.
Namun, bagi suporter yang mempertanyakan minimnya aktivitas transfer musim panas dan tingginya harga tiket Craven Cottage, desain Riverside yang berfokus keluar stadion justru memunculkan kekhawatiran. Fans berharap manajemen tidak hanya bertahan di zona aman — banyak klub yang gagal dengan strategi itu.
Pelatih: Marco Silva di Tahun Kontrak Terakhir
Silva menjadi aset utama Fulham, terbukti mampu menghidupkan kembali karier pemain yang dianggap meredup, seperti Alex Iwobi.
Namun, memasuki tahun terakhir kontraknya, komitmennya mulai dipertanyakan. Hingga latihan pramusim di Portugal, Silva hanya mendapat satu rekrutan baru, yakni kiper cadangan.
“Sayangnya, kami tidak memiliki pemain baru untuk beradaptasi dengan tim. Biasanya waktu ini kami gunakan untuk integrasi rekrutan,” ujar Silva.
Ia juga mengatakan, “Dalam jangka pendek, saya fokus pada Fulham, lalu kita lihat musim depan.” Pernyataan ini memberi sinyal bahwa manajemen harus memenuhi ambisinya jika ingin mempertahankannya.
Situasi di Luar Lapangan
Pembangunan Riverside Stand memakan waktu dan biaya jauh lebih besar dari perkiraan awal. Pemilik klub, Shahid Khan, telah menggelontorkan dana besar sejak 2013 dengan total kerugian sekitar Rp8,9 triliun (£417 juta) atau rata-rata Rp812 miliar per tahun.
Khan pernah mengakui bahwa degradasi akan menjadi bencana, seperti yang sudah dua kali dialami Fulham di bawah kepemilikannya.
Shahid Khan, yang disebut Forbes sebagai “wajah American dream”, memiliki portofolio bisnis dan olahraga yang luas. Putranya, Tony Khan, memegang jabatan direktur operasional sepak bola sekaligus pimpinan All Elite Wrestling. Konsentrasi mereka terhadap Fulham kini mulai dipertanyakan oleh sebagian pihak.
Rekrutan Bintang: Benjamin Lecomte
Hingga kini, satu-satunya pemain baru adalah Benjamin Lecomte, kiper asal Prancis berusia 34 tahun. Ia dikenal sebagai mantan penjaga gawang AS Monaco dan pernah dipinjamkan ke Atlético Madrid tanpa tampil satu menit pun karena posisi utama dikuasai Jan Oblak.
“Keberadaannya akan memperkuat tim dan menambah kedalaman skuad,” ujar Tony Khan. Namun, komentar itu justru dibaca dengan nada sarkasme oleh fans yang menunggu perekrutan signifikan.
Pemain Muda yang Siap Naik Level
Joshua King (bukan penyerang Norwegia dengan nama sama) adalah gelandang kreatif berusia belasan tahun yang musim lalu tampil delapan kali di Premier League. Kontrak empat tahun pada Juli menegaskan keyakinan klub terhadap potensinya.
Fans berharap ia tidak mengikuti jejak lulusan akademi lain yang gagal berkembang di tim utama, seperti Jay Stansfield, Fábio Carvalho, Patrick Roberts, dan Ryan Sessegnon (yang kini kembali).
Silva biasanya mengandalkan pemain senior berpengalaman, tetapi pernah berkata tentang King: “Bakat luar biasa yang harus terus kami beri kesempatan.”
Musim Penting untuk Emile Smith Rowe
Rekrutan termahal musim lalu, Emile Smith Rowe, masih punya banyak pembuktian setelah musim debut yang kurang meyakinkan. Mantan “Croydon De Bruyne” itu kalah bersaing dengan Iwobi dan Andreas Pereira di lini tengah kreatif. Di belakang mereka, Sasa Lukic dan Sander Berge menawarkan kekuatan fisik.
Dengan catatan enam gol dan tiga assist, kontribusinya tidak buruk, tetapi ia terlalu sering berada di pinggiran permainan. Di usia 25 tahun, Smith Rowe masih punya peluang untuk kembali bersinar di bawah sentuhan Silva yang kerap menghidupkan karier pemain.