
Gilabola.com – Erling Haaland menyadari betul bahwa status bintang tidak pernah memberi jaminan aman di Manchester City. Meski sudah memecahkan rekor demi rekor Premier League dan mengikat kontrak jangka panjang hingga 2034, penyerang asal Norwegia itu tahu satu hal: kegagalan mencetak gol bisa berujung pada penggantian.
Didatangkan dari Borussia Dortmund pada 2022 dengan nilai transfer sekitar Rp1,02 triliun, Haaland langsung menjadi poros utama lini serang City. Perpanjangan kontrak yang diteken baru-baru ini menegaskan kepercayaan klub kepadanya, sekaligus meredam spekulasi soal masa depannya yang sempat mencuat menjelang akhir kontrak lama pada 2027.
Namun, di balik stabilitas tersebut, tuntutan tak pernah longgar.
Tekanan Tanpa Henti di Etihad
Berbicara dalam podcast The Rest Is Football, Haaland mengakui bahwa ia memilih menjalani karier tanpa target musim jangka panjang. Fokusnya sederhana: menjalani pertandingan satu per satu dan membantu tim menang.
“Banyak hal bisa terjadi, jadi saya mencoba fokus dari pertandingan ke pertandingan. Tentu Anda ingin memenangkan setiap laga dan membantu tim, karena ini olahraga tim,” ujarnya.
Meski begitu, Haaland tidak menutup mata terhadap realitas posisinya sebagai ujung tombak City.
“Saya striker City. Saya harus mencetak gol. Jika tidak, mereka harus mengganti saya,” katanya. “Kalau saya tidak memberikan gol dan apa yang mereka butuhkan, mereka harus mengganti saya. Jadi tekanannya besar untuk terus tampil.”
Pernyataan itu menegaskan standar tanpa kompromi yang berlaku di bawah asuhan Pep Guardiola.
Bukti Nyata di Atas Lapangan
Sejauh musim ini, Haaland menjawab tekanan tersebut dengan produktivitas tinggi. Ia sudah mengoleksi 15 gol di Premier League dan menambah lima gol di Liga Champions. Kontribusinya menjadi tulang punggung produktivitas City, yang harapan meraih trofi musim ini sebagian besar bertumpu pada ketajamannya.
Dominasi Haaland sejak tiba di Inggris terlihat jelas. Dari total gol City dalam beberapa musim terakhir, proporsi besar datang dari kakinya. Tak mengherankan jika setiap ambisi klub untuk meraih gelar selalu berkaitan langsung dengan performa sang nomor sembilan.
City Tak Pernah Lunak
Meski kecil kemungkinan Haaland disingkirkan hanya karena periode paceklik, City punya rekam jejak tegas dalam menjaga daya saing skuad. Julian Alvarez menjadi contoh nyata. Penyerang asal Argentina itu dilepas pada 2024 ke Atletico Madrid, meski sempat tampil impresif dan bersaing langsung dengan Haaland.
Pendekatan tersebut menggambarkan filosofi City: performa hari ini lebih penting daripada reputasi masa lalu.
Rekor yang Terus Bertambah
Secara keseluruhan, Haaland telah mencetak 144 gol dari 166 penampilan bersama City. Ia juga baru saja melewati tonggak 100 gol Premier League dengan cara istimewa—hanya butuh 111 pertandingan, memecahkan rekor Alan Shearer dengan selisih 13 laga.
Pep Guardiola tak menyembunyikan kekagumannya. “Jika Anda bilang kepada saya bahwa dia mencetak 100 gol dalam 111 pertandingan, saya akan bertanya, ‘Di liga ini?’ Angkanya gila. Benar-benar gila,” ujar Guardiola. “Tidak ada perdebatan soal jumlah golnya. Dia salah satu yang terbaik.”
Dengan kontrak hampir satu dekade ke depan, Haaland berpeluang menatap rekor sepanjang masa Premier League milik Shearer yang berada di angka 260 gol—selama ia tetap mempertahankan standar tinggi yang dituntut City.
Pandangan Kami
Pernyataan Haaland bukan bentuk keraguan, melainkan cerminan budaya Manchester City. Klub ini dibangun di atas performa, bukan status. Justru kesadaran itu yang membuat Haaland tetap lapar, fokus, dan berbahaya. Selama tekanan tersebut dijadikan bahan bakar, City punya alasan kuat untuk terus mengandalkannya sebagai mesin gol utama.
