
Gilabola.com – Alexander Isak dan Yoane Wissa kini menjadi contoh nyata bahwa aksi mogok bermain tidak selalu membawa hasil yang diharapkan. Keduanya sama-sama gagal tampil bersinar setelah transfer besar mereka, bahkan justru terjebak dalam badai cedera dan performa yang menurun.
Awal Musim yang Menurun Drastis
Musim lalu, Isak dan Wissa bersama-sama mencetak tujuh gol di Premier League hingga akhir Oktober. Musim ini? Nol besar. Tak satu pun dari mereka mencetak gol di liga tertinggi Inggris hingga kini.
Yoane Wissa belum sekalipun menendang bola untuk Newcastle United (The Magpies), sementara kontribusi Isak di Liverpool (The Reds) nyaris tak terlihat. Saat laga di Frankfurt pada Rabu malam, Isak bahkan harus ditarik keluar di babak pertama karena cedera pangkal paha — cedera yang sebelumnya sering menghantui masa-masanya di Newcastle.
Cedera itu kini seolah menjadi peringatan keras bagi pemain lain: aksi mogok mungkin terlihat sebagai bentuk perlawanan, tapi risikonya bisa sangat mahal.
Ketika Mogok Main Jadi Bumerang
Isak dan Wissa sama-sama melakukan aksi mogok di bursa transfer musim panas lalu, tindakan yang sempat membuat panik para petinggi rekrutmen di Premier League. Beberapa pihak bahkan sempat mengusulkan agar liga memberlakukan hukuman bertingkat bagi pemain yang menolak tampil dalam jumlah pertandingan tertentu.
Namun, kondisi Isak sekarang seolah menjadi hukuman alami. Ia memang menolak bermain demi memaksa kepindahan, tapi akibatnya, persiapannya menuju musim baru berantakan. Tanpa latihan pramusim yang memadai, tubuhnya tak siap menghadapi intensitas pertandingan.
Dan hasilnya kini terlihat jelas: penampilan lambat, kepercayaan diri yang menurun, dan hanya satu gol — itu pun di ajang Carabao Cup.
Bayang-Bayang Pramusim yang Gagal
Masalah Isak sebenarnya sudah bisa dilacak sejak akhir Juli. Saat itu, ia meninggalkan skuad Newcastle di Glasgow sebelum pertandingan uji coba melawan Celtic dan tidak pernah kembali lagi.
Sikap keras kepalanya membuatnya tak bermain satu menit pun di pramusim. Ia berlatih terpisah dari rekan setim, bahkan sempat menjalani kamp latihan singkat di Spanyol sementara tim utama berkeringat di Asia. Persiapan yang kacau ini tentu bukan modal ideal bagi seorang striker yang mengandalkan kecepatan, timing, dan pergerakan presisi.
Bagi pemain lain yang tidak terlalu bergantung pada aspek fisik seperti itu, mungkin dampaknya tak sebesar ini. Tapi bagi Isak — yang selalu dijaga dengan hati-hati oleh tim medis Newcastle sebelumnya — kehilangan pramusim berarti kehilangan ritme dan kebugaran yang krusial.
Kini, Isak harus memulai dari awal lagi. Padahal, di Anfield, The Reds memandangnya sebagai investasi jangka panjang. Fans Liverpool tentu berharap masa sulit ini hanya menjadi catatan kecil di awal perjalanannya bersama klub.
Nasib Serupa untuk Wissa
Situasi Yoane Wissa di Newcastle tak jauh berbeda. Ia memang sempat berlatih bersama rekan setimnya di Brentford (The Bees) sebelum pindah, tapi persiapannya juga kacau.
Wissa dipaksa bermain dalam laga kualifikasi Piala Dunia bersama Republik Demokratik Kongo tanpa sempat tampil untuk Brentford sebelumnya. Akibatnya fatal — cedera lutut serius membuatnya kini harus menjalani pemulihan panjang bersama The Magpies.
Dengan Nick Woltemade tampil cemerlang di lini depan Newcastle, Wissa kini punya tantangan besar untuk membuktikan dirinya layak mendapat tempat.
Pelajaran untuk Pemain-Pemain Lain
Bagi para pemain yang sempat berpikir untuk meniru langkah Isak dan Wissa, kisah ini bisa menjadi peringatan. Aksi mogok memang bisa jadi senjata untuk menekan klub, tapi konsekuensinya tidak main-main.
Isak dan Wissa kini menjadi contoh hidup bahwa kehilangan pramusim, kebugaran, dan momentum bisa menjadi harga yang sangat mahal untuk dibayar.
