
Gilabola.com – John Terry mengaku masih menyimpan impian terakhir dalam karier sepak bolanya, yaitu menjadi manajer Chelsea. Namun, dia mulai ragu apakah kesempatan itu akan datang, meski dirinya telah lama menyiapkan diri di dunia kepelatihan setelah pensiun.
Mantan bek tangguh itu telah menorehkan sejarah besar bersama The Blues. Dia memenangkan empat gelar Premier League, satu trofi Liga Champions, dan beberapa kali mengangkat Piala FA. Namun setelah pensiun, jalannya menuju kursi manajer tidak semulus masa bermainnya.
Sebagai bagian dari ‘Generasi Emas’ Inggris, Terry melihat banyak rekan seangkatannya beralih ke dunia manajerial. Steven Gerrard, Wayne Rooney, dan Frank Lampard sudah merasakan atmosfer ruang ganti sebagai pelatih kepala.
Lampard, rekan setimnya di Chelsea, bahkan sempat dipercaya menangani klub London Barat itu hanya setahun setelah memulai karier kepelatihan di Derby County. Hal inilah yang membuat Terry bertanya-tanya mengapa dirinya belum mendapat kesempatan serupa.
Setelah gantung sepatu, Terry tidak langsung mengambil posisi utama. Dia memilih menimba pengalaman selama tiga tahun sebagai asisten pelatih di Aston Villa antara 2018 dan 2021. Setelah itu, dia sempat kembali ke Chelsea untuk membantu program akademi dan konsultasi kepelatihan.
Terry juga sempat bekerja bersama Leicester City dalam kapasitas staf kepelatihan. Meski demikian, hingga kini belum ada klub besar yang mempercayakan tanggung jawab manajer utama kepadanya.
Dalam sebuah video di TikTok, Terry menuturkan bahwa dirinya sudah menerima kenyataan bahwa kesempatan melatih Chelsea mungkin tidak akan datang. Dia menyebut posisi itu sebagai ‘mimpi terakhir’ yang belum bisa dia raih.
Menurutnya, selama dua dekade bermain di Stamford Bridge, dia telah melakukan segalanya untuk klub. Satu-satunya hal yang belum sempat dia capai hanyalah duduk di kursi manajer dan memimpin tim dari pinggir lapangan.
Belajar untuk Siap, Tapi Belum Diberi Kesempatan
Terry mengungkap bahwa sejak awal dirinya masuk dunia kepelatihan bukan sekadar untuk bekerja, melainkan untuk belajar dan mempersiapkan diri menjadi pelatih kepala yang matang. Dia merasa pengalaman bermain di level tertinggi bersama pelatih-pelatih kelas dunia telah membentuk pengetahuannya.
Namun, dia juga memahami bahwa pengalaman bermain tidak otomatis menjamin posisi manajer. Terry menilai bahwa dunia kepelatihan membutuhkan pembelajaran tambahan, terutama dalam memahami strategi, komunikasi, dan manajemen tim secara utuh.
Dia menegaskan bahwa selama di Aston Villa, dia menikmati proses tersebut dan merasa telah siap menjadi pelatih utama. Meski begitu, kesempatan itu tak kunjung datang meski dia telah berulang kali menunjukkan komitmen.
Terry berkeyakinan bahwa dirinya akan mampu memimpin ruang ganti seperti ketika masih menjadi kapten Chelsea. Dia menyebut bahwa peran kepemimpinan dan kedisiplinan yang dibawanya sebagai pemain bisa diterapkan di level manajerial.
Dia menambahkan bahwa jika suatu hari diberi kesempatan, dia ingin membentuk tim kepelatihan yang terdiri dari orang-orang lebih baik darinya dalam aspek teknis. Baginya, kekuatan tim terletak pada kolaborasi dan kepercayaan, bukan ego pribadi.
Meski mengakui rasa kecewa karena belum mendapat kepercayaan sebagai pelatih kepala, Terry berusaha tetap realistis. Dia menyebut bahwa mendengar komentar tentang kurangnya pengalaman sering kali membuatnya sulit memahami alasan di balik keputusan klub-klub besar.
Sementara itu, Chelsea sendiri telah berganti manajer beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir. Klub tersebut pernah mempercayakan tim kepada pelatih besar seperti Thomas Tuchel dan Mauricio Pochettino, serta eksperimen dengan sosok muda seperti Graham Potter.
Kini, kursi pelatih diisi oleh Enzo Maresca, yang diangkat setelah membawa Leicester City menjuarai Championship. Kondisi itu memperlihatkan bahwa Chelsea masih terbuka dengan berbagai profil pelatih, meski belum melirik legenda mereka yang satu ini.
Bagi Terry, impian melatih Chelsea mungkin tampak menjauh, tetapi bukan berarti dia menyerah. Dia menutup pengakuannya dengan nada optimistis, bahwa selama masih di dunia sepak bola, peluang untuk mewujudkan mimpi itu akan selalu ada.