Gilabola.com – Biasanya, tidak ada manajer yang dipecat saat timnya berada di dasar klasemen Premier League, lalu justru direkrut oleh klub sebesar Real Madrid.
Namun, hal itu benar-benar terjadi pada Juande Ramos, sosok yang hanya butuh waktu 12 bulan penuh liku di Tottenham Hotspur sebelum menukangi raksasa Spanyol.
Trofi, Kekacauan, dan Pemecatan di Spurs
Ramos ditunjuk menjadi pelatih Tottenham pada Oktober 2007, dan dalam waktu hanya empat bulan, ia langsung memberikan trofi perdana klub dalam sembilan tahun: Piala Liga 2008, setelah mengalahkan Chelsea 2-1 lewat perpanjangan waktu.
Kemenangan itu pun terasa makin manis karena sebelumnya mereka membantai Arsenal 5-1 di semifinal.
Prestasi itu sempat membawanya pada status kultus di kalangan fans Spurs, namun performa tim di Premier League tidak sejalan dengan sukses di ajang piala.
Tottenham hanya mampu finis di peringkat 11 pada akhir musim 2007/08, dan paruh awal musim berikutnya bahkan lebih buruk.
Musim 2008/09 dimulai dengan sangat mengecewakan. Spurs hanya mengumpulkan dua poin dari delapan pertandingan pertama, membuat mereka berada di posisi juru kunci liga. Di tengah performa buruk tersebut, metode pelatihan dan kedisiplinan ekstrem Ramos pun menjadi sorotan.
Ia dikenal dengan kebijakan ketat dalam hal gizi dan disiplin pemain: melarang garam, saus tomat, bahkan lada di kantin klub. Mantan striker Spurs, Darren Bent, bahkan mengungkapkan bahwa metode latihan Ramos pernah membuat seorang pemain harus dirawat di rumah sakit dengan infus karena kelelahan.
Akhirnya, chairman Daniel Levy memutuskan memecat Ramos pada Oktober 2008. Spurs yang saat itu terpuruk di dasar klasemen, segera menunjuk Harry Redknapp sebagai pengganti.
Kejutan Tiba! Real Madrid Datang Memanggil
Hanya enam minggu setelah pemecatan yang memalukan di London Utara, Ramos ditunjuk menjadi pelatih Real Madrid pada Desember 2008. Ia mewarisi skuad bertabur bintang seperti Sergio Ramos, Raul, dan Fabio Cannavaro, dengan posisi klub saat itu di peringkat kelima La Liga.
Secara mengejutkan, Ramos mampu membalikkan keadaan: Real Madrid mencatatkan 17 kemenangan dan 1 hasil imbang dari 18 pertandingan liga, mengoleksi 52 poin dari 54 yang tersedia—sebuah catatan luar biasa.
Sayangnya, mereka tetap gagal merebut gelar karena Barcelona asuhan Pep Guardiola terlalu tangguh dan finis sembilan poin di atas Madrid. Di Liga Champions, Madrid tersingkir secara memalukan oleh Liverpool dengan agregat 5-0.
Meskipun berhasil menyelamatkan musim Madrid secara keseluruhan, hasil tersebut belum cukup untuk memperpanjang kontraknya yang hanya berlaku hingga akhir musim.
Akhir Karier Ramos dan Jejak Spurs yang Masih Berulang
Setelah Madrid, Ramos melanjutkan karier kepelatihan di CSKA Moscow, Dnipro Dnipropetrovsk, dan Malaga, sebelum pensiun dari dunia manajerial. Ia tidak pernah lagi menangani klub sebesar Madrid atau menorehkan prestasi serupa.
Kini, dengan Ange Postecoglou tengah memimpin Spurs ke final Liga Europa menghadapi Manchester United, ada kemiripan kisah yang tak bisa dihindari. Sama seperti Ramos dan George Graham (pelatih terakhir yang meraih trofi sebelum Ramos), masa depan Postecoglou juga tidak pasti meski bisa jadi membawa pulang gelar.
Apakah sejarah akan terulang—seorang manajer Spurs dipecat setelah juara, lalu justru menanjak ke panggung elite Eropa?