
Gilabola.com – Ruben Amorim melontarkan kritik keras kepada para pemain Manchester United terkait sikap, rasa memiliki terhadap klub, serta lemahnya peran kepemimpinan di ruang ganti.
Pelatih asal Portugal itu menegaskan bahwa masalah utama tidak sepenuhnya berada di lapangan, melainkan pada budaya internal, komunikasi pemain, dan mentalitas yang menurut dia belum mencerminkan arti membela Manchester United.
Dalam konferensi pers pada Jumat, Amorim hampir tidak menyisakan banyak pemain dari kritik. Dia menyoroti adanya rasa entitlement (sikap merasa berhak atas sesuatu tanpa usaha yang setimpal) di dalam klub, sekaligus mengeluhkan minimnya pemain yang datang langsung untuk menyampaikan masalah secara terbuka.
Amorim juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kelompok pemimpin tim yang dinilai belum mengambil cukup tanggung jawab. Dia menilai terlalu banyak persoalan masih berakhir di mejanya, meski struktur kepemimpinan sudah dibentuk sejak musim panas.
Pernyataan tersebut menjadi momen ketika Amorim secara jelas meningkatkan tekanan kepada skuadnya. Setelah 13 bulan memimpin, dia menilai perubahan yang diharapkan di luar lapangan belum terwujud.
Di tengah kritik itu, Bruno Fernandes menjadi salah satu sosok yang dipandang positif. Amorim menggambarkan Fernandes sebagai karakter spesial dan contoh bagi rekan-rekannya, sosok yang mencerminkan standar yang diinginkan pelatih.
Amorim mengakui bahwa dirinya juga merasa gagal ketika performa tim di lapangan tidak sesuai harapan. Namun, dia menegaskan keyakinannya bahwa di luar lapangan, dia sudah melakukan tugasnya untuk menjaga nilai dan identitas klub.
Pelatih berusia 40 tahun itu menyampaikan pandangannya bahwa sebagian pemain mulai melupakan makna bermain untuk Manchester United. Dia juga menilai klub secara keseluruhan terkadang kehilangan kesadaran tentang jati diri mereka.
Kritik Amorim soal Sikap dan Komunikasi
Amorim menjelaskan bahwa komentar-komentarnya tidak dimaksudkan sebagai hal negatif. Dia menilai penggunaan kata-kata keras justru diperlukan dalam situasi tertentu, terutama bagi pemain muda yang sedang berkembang.
Menurut Amorim, pujian terus-menerus bukanlah solusi dalam setiap kondisi. Dia menilai momen sulit bisa menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran, dan terlalu melindungi pemain justru tidak membantu perkembangan mereka.
Kritik paling tajam muncul ketika Amorim menanggapi unggahan media sosial yang sempat dibuat lalu dihapus oleh Harry Amass dan Chido Obi. Unggahan itu muncul setelah keduanya merasa tidak nyaman dengan komentar sang pelatih soal performa mereka.
Amorim menegaskan bahwa pintu kantornya selalu terbuka bagi siapa pun. Dia menyebut sudah menyampaikan hal serupa kepada Kobbie Mainoo, termasuk jika pemain tersebut ingin membahas masa depannya pada Januari.
Dia kembali menekankan bahwa masalah seharusnya disampaikan langsung kepada pelatih. Amorim merasa terlalu banyak pemain memilih mengeluh melalui media sosial atau lingkungan terdekat, alih-alih berkomunikasi secara langsung.
Amorim juga mengkritik kelompok kepemimpinan yang terdiri dari Bruno Fernandes, Diogo Dalot, Noussair Mazraoui, Harry Maguire, Lisandro Martínez, dan Tom Heaton. Dia mengingatkan bahwa kelompok tersebut dibentuk agar sebagian persoalan ruang ganti tidak selalu jatuh ke tangan pelatih.
Lima bulan setelah tuntutan itu disampaikan, Amorim menilai situasinya belum berubah. Menurut dia, beban tanggung jawab masih terlalu terpusat pada dirinya sebagai manajer.
Pendapat Kami:
Kami menilai pendekatan terbuka Amorim mengandung risiko, tetapi juga menunjukkan kejelasan arah. Kritik langsung terhadap mentalitas dan komunikasi bisa memicu resistensi, namun tanpa perubahan budaya di luar lapangan, Manchester United berpotensi terus mengulang masalah yang sama.
