Gilabola.com – Manchester City tengah bersiap membuka babak baru yang sangat berbeda dalam era Pep Guardiola, seiring makin dekatnya transfer Rayan Cherki dari Lyon yang berpotensi mengubah arah taktik sang pelatih secara mendasar.
Awal dari Akhir Era Tiki-Taka di Etihad?
Pep Guardiola dikenal sebagai pionir permainan “juego de posición”, atau yang lebih populer disebut tiki-taka—gaya bermain yang mengandalkan umpan-umpan pendek cepat, perpindahan posisi, dan tekanan tinggi tanpa bola.
Meski telah bertransformasi dari Barcelona ke Bayern hingga ke Manchester City, Guardiola tetap menjaga prinsip-prinsip dasarnya. Namun, jika transfer Rayan Cherki benar-benar terjadi, itu bisa menjadi tanda bahwa sang manajer siap melepaskan warisan taktik lamanya.
Menurut sejumlah sumber termasuk jurnalis terkemuka Fabrizio Romano, City dikabarkan telah mencapai kesepakatan pribadi dengan Cherki.
Jika benar, ini bukan sekadar perekrutan biasa—ini adalah sinyal perubahan arah menuju gaya bermain yang lebih individualistis, lebih bebas, dan lebih berani menanggalkan struktur rigid ala Guardiola selama ini.
Cherki: Bakat Liar yang Bertentangan dengan Filosofi Guardiola
Musim lalu, Cherki menjadi penggerak utama kebangkitan Lyon di Liga Europa dengan mencatatkan 32 kontribusi gol di semua kompetisi. Ia adalah sosok yang sangat kreatif, penuh imajinasi, dan senang bermain dengan caranya sendiri. Namun, inilah ironi besarnya: semua kualitas itu justru menjadikannya antitesis dari “pemain Guardiola”.
Permainan City saat menjuarai treble musim 2022/23 masih mengandalkan prinsip klasik Guardiola—posisi menentukan aksi, bukan posisi di papan taktik. Pemain harus disiplin, aktif menekan, dan rela melepas risiko demi menjaga penguasaan bola.
Sementara Cherki adalah kebalikannya: ia berani menggiring bola, memainkan umpan progresif, dan menciptakan peluang lewat kreativitas tinggi, bukan sistem.
Statistiknya mencolok: hampir tiga kali menggiring melewati lawan per pertandingan dan sembilan umpan progresif per laga—tertinggi di lima liga top Eropa. Namun, kontribusinya tidak datang dari integrasi dalam sistem, melainkan dari keberaniannya menantang sistem lawan.
Guardiola Tak Lagi Memaksa Semua Pemain Masuk Strategi Lama
Guardiola pernah mengubah Jack Grealish dari dribbler bebas di Aston Villa menjadi pemain sistematis yang taat struktur di City. Namun, kasus Cherki tampaknya berbeda. Tanda-tanda perubahan sudah terlihat lewat peran Savinho dan Jérémy Doku—pemain dengan gaya individualis yang justru dibiarkan bebas berekspresi di sayap.
Dengan kehadiran Erling Haaland—penyerang yang tak sepenuhnya cocok dengan gaya lama Guardiola—City perlahan berubah. Kini mereka lebih menekankan kualitas individu dibanding kerja tim terpola.
Mungkin ini adalah respons Guardiola terhadap perubahan zaman. Sistem pressing yang dulu efektif kini makin mudah dibaca. Ruang yang ditinggalkan karena overload bisa jadi bumerang, membuat pertahanan lebih rentan.
Cherki cocok dengan zaman baru ini. Ia mampu menciptakan peluang lewat kreativitas, kecepatan, dan teknik tinggi. Tapi jangan harap ia rutin mundur dan memainkan umpan pendek seperti De Bruyne. Ia adalah seniman lapangan, bukan operator taktik.
Menuju Era Baru Manchester City
Apakah eksperimen ini akan berhasil? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti: City memasuki era baru yang lebih liar, lebih tak terduga, dan mungkin lebih menghibur. Namun, apakah bisa lebih sukses dari era sebelumnya—itulah tantangan sebenarnya.
Jika gagal, ironisnya, Guardiola akan menjadi korban dari sistem yang ia bangun sendiri. Karena gaya bermain modern—defender pembawa bola, penyerang kontrar, dan sistem antitekan—semua muncul sebagai respons terhadap taktik Guardiola satu dekade lalu.
Dan di tengah transisi ini, Rayan Cherki tampaknya akan menjadi wajah utama era baru tersebut. Ia bukan De Bruyne, bukan Bernardo Silva, tapi punya talenta yang tak kalah berbahaya. Bedanya, ia menghancurkan sistem lawan, bukan menyatu dalam sistem. Ini akan jadi eksperimen yang sangat menarik untuk disaksikan.