Gilabola.com – Musim panas 2023 akan dikenang sebagai salah satu periode paling kacau dalam sejarah sepak bola Inggris — terutama untuk Chelsea. Setelah finis di peringkat ke-12 Premier League, hasil terburuk dalam hampir tiga dekade, klub London Barat itu memulai operasi bersih-bersih besar-besaran di bawah rezim baru Todd Boehly.
Meskipun pembenahan skuat adalah hal lumrah di Stamford Bridge, kali ini skalanya berbeda. Dengan lebih dari £500 juta telah dihamburkan untuk pemain baru dan ruang ganti yang penuh sesak oleh pemain yang frustrasi, Chelsea akhirnya memutuskan untuk memangkas besar-besaran — dan 15 pemain dilepas dalam satu jendela transfer.
Perpisahan dengan Ikon Klub dan Bintang Muda
N’Golo Kante dan Cesar Azpilicueta, dua pilar penting dalam masa kejayaan Chelsea, meninggalkan klub secara gratis setelah kontrak mereka berakhir. Kante bergabung dengan Al-Ittihad di Arab Saudi, sementara Azpilicueta pulang kampung ke Atletico Madrid. Dua sosok ini bukan hanya pemimpin di ruang ganti, tapi juga simbol semangat dan loyalitas yang kini terasa langka di era Boehly.
Namun, kejutan terbesar justru datang dari penjualan Mason Mount dan Kai Havertz. Mount — produk akademi Chelsea dan pencetak gol penting di final Liga Champions 2021 — dijual ke Manchester United seharga £55 juta. Sementara Havertz pindah ke rival sekota, Arsenal, dengan nilai £65 juta. Dua transfer ini menunjukkan bahwa loyalitas tidak lagi jadi pertimbangan utama, digantikan oleh pragmatisme finansial dan pembenahan cepat.
Ruben Loftus-Cheek juga dilepas ke AC Milan, bersama Christian Pulisic. Keduanya gagal memenuhi ekspektasi akibat cedera dan minimnya peran jelas di skuat. Sementara itu, Callum Hudson-Odoi dijual ke Nottingham Forest hanya dengan £3 juta — angka yang kini terlihat sangat murah mengingat performanya mulai stabil kembali.
Membersihkan Sisa Era Lama dan Beban Gaji
Di lini belakang, Kalidou Koulibaly, Ethan Ampadu, dan Edouard Mendy dilepas. Mendy yang pernah menjadi pahlawan di Liga Champions 2021, kehilangan tempatnya setelah penurunan performa. Koulibaly hanya bertahan semusim sebelum dijual ke Al-Hilal, sementara Ampadu dilepas ke Leeds United.
Tak kalah menarik, Chelsea juga melepas tiga pemain yang lama ‘terlupakan’: Tiemoue Bakayoko, Baba Rahman, dan Pierre-Emerick Aubameyang. Ketiganya lebih banyak menghabiskan waktu dalam masa peminjaman atau duduk di bangku cadangan. Aubameyang, yang hanya mencetak tiga gol untuk Chelsea, meninggalkan klub tanpa meninggalkan kesan berarti.
Romelu Lukaku menjadi kasus tersendiri. Meski sempat digadang-gadang sebagai penyerang utama Chelsea dengan biaya hampir £100 juta, hubungannya dengan klub memburuk sejak konflik dengan Thomas Tuchel. Akhirnya, ia kembali dipinjamkan, kali ini ke AS Roma, dengan gaji dipotong dan klausul pelepasan rendah yang membuka jalan bagi kepergian permanen.
Pembersihan atau Tanda Kepanikan?
Apa yang dilakukan Todd Boehly dan timnya bisa dibaca dari dua sudut pandang: sebagai pembersihan strategis atau kepanikan dalam skala besar. Melepas 15 pemain, termasuk pemain kunci dan jebolan akademi, mungkin memberi ruang bagi generasi baru — seperti Enzo Fernandez, Moises Caicedo, dan Cole Palmer. Tapi dampaknya jelas: hilangnya pengalaman, kepemimpinan, dan identitas.
Chelsea kini terlihat lebih ramping, namun juga lebih rapuh. Masa depan mereka sangat bergantung pada apakah proyek jangka panjang Boehly dapat menciptakan tim solid yang bisa bersaing — atau justru mengulang siklus kegagalan yang sama dengan wajah baru.