Omar Berrada Bikin Gebrakan, Tapi Realita Bursa Transfer Menampar Keras Manchester United

Gilabola.com – Omar Berrada, yang sempat digadang-gadang akan membawa kejayaan kembali ke Old Trafford setelah hijrah dari Manchester City, kini menghadapi kenyataan pahit dalam dunia sepak bola saat memimpin Manchester United.

Meski datang dengan reputasi kuat, pria berusia 47 tahun itu mulai menyadari bahwa kekuatan di meja negosiasi sangat menentukan, dan saat klub dalam posisi lemah, pasar transfer bisa jadi sangat kejam.

Sejak menjabat, Berrada bekerja erat dengan direktur sepak bola Jason Wilcox untuk mendatangkan pemain-pemain yang sesuai dengan tuntutan pelatih Ruben Amorim.

Sang pelatih asal Portugal memang mewarisi skuad yang tampil buruk di paruh pertama musim lalu dan mengakhiri kompetisi di posisi liga terendah dalam 50 tahun terakhir.

Amorim, yang segera memulai tur pramusim bersama tim di Amerika Serikat, tampaknya cukup puas setelah mendapatkan dua amunisi baru untuk lini depan: Bryan Mbeumo dan Matheus Cunha.

Namun, di balik transfer itu, Berrada harus mengeluarkan dana besar. Untuk mendapatkan Mbeumo saja, dia menyetujui angka Rp 1,5 Triliun, setelah tawaran awal United sebesar Rp 1,2 Triliun ditolak mentah-mentah oleh Brentford dua bulan sebelumnya.

Sementara itu, Cunha ditebus melalui klausul pelepasan senilai Rp 1,37 Triliun dari Wolves. United pun harus menyetorkan pembayaran dalam tiga tahap selama dua tahun, setelah Wolves menolak permintaan agar pembayaran dilakukan dalam lima tahun.

Berrada Terkunci di Manchester United

Gaya negosiasi ini jauh dari cara Berrada saat masih berada di Etihad. Dulu, bersama Txiki Begiristain, dia terbiasa mundur dari kesepakatan jika nilainya dianggap tidak wajar.

Bahkan ketika Southampton memasang harga Rp 1,64 Truliun untuk Virgil van Dijk, City memilih untuk mundur. Hal serupa juga terjadi dalam proses negosiasi pemain seperti Paul Pogba, Harry Maguire, Fred, dan Jorginho — tiga di antaranya akhirnya justru berlabuh ke Old Trafford.

Kekacauan strategi transfer masih terasa saat Berrada masuk musim panas lalu. Lebih dari Rp 4,4 Triliun digelontorkan untuk mendatangkan Levy Yoro, Manuel Ugarte, Matthijs De Ligt, Joshua Zirkzee, dan Noussair Mazraoui. Namun hasil buruk tetap berlanjut, hingga akhirnya Erik ten Hag dipecat pada November.

Berrada sendiri menjadi sosok di balik keputusan mendatangkan Amorim dari Sporting Lisbon, meski filosofi tiga bek sang pelatih dinilai tidak cocok dengan skuad yang ada.

Dalam kondisi keuangan klub yang tertekan oleh utang lebih dari Rp 22 Triliun dan aturan Profit and Sustainability Regulations (PSR), United kini tidak bisa semata-mata “membeli jalan keluar” dari krisis yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade.

Kegagalan menembus Liga Champions musim ini — setelah kalah dari Tottenham di final Liga Europa — membuat tekanan untuk menjual pemain yang tidak masuk rencana semakin besar.

Nama-nama besar seperti Marcus Rashford, Alejandro Garnacho, Jadon Sancho, Antony, dan Tyrell Malacia sempat disebut bisa dilepas demi menambah pemasukan klub.

Namun, kebijakan Amorim untuk memisahkan para pemain tersebut dari tim utama — dijuluki sebagai “bomb squad” — malah memperumit situasi. Para pemain ini dilarang berlatih dengan tim inti dan hanya dijadwalkan hadir di Carrington sore hari, setelah para pemain utama selesai. Situasi ini membuat klub-klub peminat enggan terburu-buru, sadar bahwa United sedang berada di posisi terjepit.

Kini, tantangan besar berada di tangan Berrada. Dia harus menemukan solusi untuk keluar dari kebuntuan pasar yang bisa menghancurkan rencana jangka panjang klub, di tengah tekanan tinggi dari suporter dan kondisi sepak bola yang semakin menuntut efisiensi serta ketepatan strategi.