
Gilabola.com – Bruno Fernandes kembali menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena kontribusinya di lapangan, tetapi juga karena pengakuan jujurnya terkait sikap Manchester United terhadap masa depannya. Dalam sebuah wawancara terbuka, kapten Setan Merah mengungkapkan rasa kecewa dan kesedihannya setelah mengetahui klub bersedia melepasnya pada bursa transfer musim panas lalu.
Sebuah situasi yang memperlihatkan benturan antara loyalitas individu dan kebutuhan kolektif sebuah klub besar.
Manchester United memang berada dalam fase sulit. Musim lalu berakhir pahit dengan kekalahan di final Liga Europa melawan Tottenham Hotspur dan posisi ke-15 di Premier League, hasil terburuk klub di era kompetisi tersebut.
Kegagalan lolos ke kompetisi Eropa ikut memukul kondisi finansial klub, membuat manajemen harus bersikap pragmatis, termasuk membuka peluang melepas pemain kunci.
Pengakuan Fernandes yang Menyisakan Luka
Dalam wawancara dengan Canal 11, media milik Federasi Sepak Bola Portugal, Fernandes mengaku merasa “terluka” dengan sikap klub. Ia mengetahui adanya ketertarikan serius dari Al Hilal, yang siap menggelontorkan dana transfer sekitar Rp1,95 triliun dan menawarkan gaji mendekati Rp14,6 miliar per pekan untuk membawanya ke Arab Saudi.
Menurut laporan ESPN kala itu, keputusan akhir diserahkan kepada Fernandes. United bersedia mendengar tawaran karena kondisi finansial yang tertekan. Namun, bagi sang pemain, sikap klub tersebut terasa seperti pengabaian atas kontribusinya selama ini.
“Dari klub, saya merasa seperti, ‘Kalau kamu pergi, tidak masalah bagi kami.’ Itu sedikit menyakitkan,” ujar Fernandes. “Lebih dari sekadar sakit, itu membuat saya sedih. Saya merasa klub ingin saya pergi, meski akhirnya tidak berani mengambil keputusan itu karena manajer ingin saya bertahan.”
Antara Perasaan Pemain dan Kepentingan Klub
Situasi Fernandes mengingatkan pada pernyataan Mohamed Salah sebelumnya, yang juga merasa diperlakukan tidak adil oleh klubnya. Keduanya menilai persoalan dari sudut pandang personal, tanpa sepenuhnya melihat gambaran besar.
Dalam kasus United, kesiapan melepas Fernandes bukanlah bentuk pengkhianatan, melainkan bagian dari evaluasi menyeluruh setelah musim yang sangat mengecewakan.
Fernandes tetap menjadi pemain terbaik United. Hal itu kembali dibuktikannya lewat gol tendangan bebas spektakuler dalam hasil imbang 4-4 melawan Bournemouth di Premier League.
Namun, sepak bola modern kerap menuntut keputusan keras. Sejarah United sendiri menunjukkan bahwa klub ini mampu melangkah maju meski kehilangan bintang besar, mulai dari Cristiano Ronaldo, Roy Keane, David Beckham, Ruud van Nistelrooy, hingga Eric Cantona.
Kontribusi Besar yang Sulit Ditampik
Sejak bergabung dari Sporting CP pada Januari 2020, Fernandes mencatatkan 103 gol dan 93 assist dalam 307 penampilan. Angka tersebut menegaskan betapa sentral perannya di Old Trafford. Banyak yang berpendapat, jika ia bermain di tim yang lebih stabil dan sukses, deretan trofi besar seharusnya sudah menghiasi kariernya.
Namun, realitas sepak bola menegaskan bahwa tidak ada pemain yang benar-benar tak tergantikan. Kepergian Fernandes memang akan meninggalkan lubang besar, tetapi juga berpotensi membuka jalan bagi restrukturisasi skuad secara menyeluruh.
Skenario yang Tak Pernah Terjadi
Dengan dana sekitar Rp1,95 triliun dari Al Hilal, United secara hipotetis bisa memperkuat lini tengah lebih awal. Nama-nama seperti Carlos Baleba dari Brighton, Adam Wharton dari Crystal Palace, atau Elliot Anderson dari Nottingham Forest menjadi contoh target yang disebut-sebut.
Dengan tambahan dua gelandang baru, serta peran nomor 10 yang bisa diisi Matheus Cunha atau Mason Mount, komposisi tim berpotensi lebih seimbang.
Faktanya saat ini, Fernandes kerap dimainkan lebih dalam bersama Casemiro. Peran tersebut membuatnya sering meninggalkan ruang di lini tengah, sebuah konsekuensi dari kegagalan klub mendatangkan gelandang baru yang sejatinya bisa dibiayai dari penjualan sang kapten.
Pelajaran dari Masa Lalu
Liverpool pernah menghadapi dilema serupa pada 2017 saat Barcelona mengajukan tawaran Rp2,8 triliun untuk Philippe Coutinho. Keputusan melepas sang bintang justru menjadi titik balik, karena dana tersebut digunakan untuk mendatangkan Virgil van Dijk dan Alisson Becker, dua pilar utama kesuksesan era Jurgen Klopp.
United mungkin saja bisa meniru langkah tersebut jika manajemen berani mengambil keputusan tegas. Namun, Fernandes memilih bertahan, menutup peluang itu. Banyak fans tentu bersyukur, karena United masih memiliki pemain kelas dunia. Meski demikian, perasaan terluka yang ia ungkapkan seharusnya diimbangi dengan pemahaman bahwa klub juga harus memikirkan masa depan jangka panjang.
Opini Kami
Kasus Bruno Fernandes menegaskan dilema klasik sepak bola modern: antara loyalitas pemain dan kepentingan klub. United tidak salah bersikap terbuka terhadap tawaran besar di tengah krisis performa dan finansial.
Di sisi lain, Fernandes juga berhak merasa kecewa setelah bertahun-tahun menjadi tumpuan tim. Yang jelas, sepak bola selalu bergerak maju, dan keputusan besar sering kali harus diambil tanpa melibatkan perasaan.
