
Gilabola.com – Arsenal baru saja menggelontorkan dana fantastis senilai Rp5,4 triliun di bursa transfer musim panas, bukan sekadar untuk belanja pemain, melainkan sebagai pernyataan tegas: inilah saatnya mengakhiri penantian 21 tahun tanpa gelar juara Liga Inggris Premier League.
Skuad yang sudah dibentuk sesuai visi Mikel Arteta kini kembali dipoles habis-habisan, dengan satu tujuan mutlak — merebut supremasi dari Liverpool, menyaingi Manchester City, dan membawa trofi liga kembali ke Emirates.
Dari Era Wenger hingga Arteta: Jalan Panjang Perubahan
Sejak Arsène Wenger mundur pada 2018 setelah 22 tahun berkuasa, Arsenal sempat terombang-ambing. Unai Emery hanya bertahan 18 bulan, sebelum Arteta—mantan kapten klub tanpa pengalaman melatih—datang pada Desember 2019. Meski awalnya penuh keraguan, ia langsung memberi secercah harapan lewat gelar FA Cup dan Community Shield. Namun, di liga, Arsenal masih terjebak di papan tengah dengan finis ke-8 dua musim beruntun.
Perlahan, bersama Edu sebagai direktur teknik, fondasi mulai dibangun. Dari perekrutan Ben White, Martin Ødegaard, hingga Aaron Ramsdale, terlihat jelas sebuah proyek jangka panjang. Bintang muda seperti Bukayo Saka dan Emile Smith Rowe pun naik ke panggung utama, meski Arsenal hanya bisa finis ke-5 di 2021/22.
2022–2023: Pondasi dan Rasa Pahit di Ujung Jalan
Musim panas 2022 jadi titik balik. Gabriel Jesus dan Oleksandr Zinchenko dari Manchester City datang, disusul Leandro Trossard serta Jorginho. Arsenal tampil penuh energi, bahkan nyaris juara sebelum akhirnya kalah konsistensi dari City dan finis runner-up dengan selisih lima poin.
Musim berikutnya, Arsenal menambah kekuatan dengan transfer besar: Declan Rice (Rp2 triliun/£105 juta), Kai Havertz, Jurrien Timber, serta David Raya. Namun, meski konsistensi meningkat, mereka tetap kalah tipis dari City, hanya terpaut dua poin. Arsenal sudah membuktikan diri sebagai penantang serius, tapi gelar masih lepas.
2024/25: Cedera Menghancurkan Mimpi
Optimisme berlanjut musim berikutnya dengan masuknya Riccardo Calafiori (Rp832 miliar/£42 juta) dan Mikel Merino (Rp793 miliar/£40 juta). Bahkan talenta akademi seperti Ethan Nwaneri mulai dipercaya. Sayangnya, cedera pemain kunci—Saka, Ødegaard, Jesus, hingga Calafiori—menghantam ritme tim.
Saat City mulai kelelahan, Liverpool justru melaju bersama Arne Slot. Arsenal kembali finis kedua, kali ini terpaut 10 poin. Satu pesan tersisa: ada kemajuan nyata, tapi trofi tetap tidak datang.
2025: Bertaruh Rp5,4 Triliun Demi Gelar Juara
Musim panas ini, Arsenal tidak main-main. Hampir tanpa menjual pemain, mereka tetap jadi klub dengan belanja tertinggi:
- Kepa Arrizabalaga (Rp99 miliar/£5 juta)
- Martin Zubimendi (Rp1 triliun/£51 juta)
- Christian Nørgaard (Rp292 miliar/£15 juta)
- Noni Madueke (Rp1 triliun/£52 juta)
- Viktor Gyökeres (Rp1,2 triliun/£63,5 juta)
- Cristhian Mosquera (Rp260 miliar/£13 juta)
- Eberechi Eze (Rp1,3 triliun/£67,5 juta)
- plus Piero Hincapié dengan opsi beli Rp890 miliar/£45 juta.
Arteta jelas tak lagi bereksperimen. Skuadnya kini gabungan pemain muda berbakat dan bintang mapan, dengan kedalaman tim yang menyaingi raksasa lain.
Tidak Ada Lagi Alasan
Arteta kini masuk musim keenamnya sebagai pelatih. Dari yang dulu dianggap kurang pengalaman, ia berkembang jadi manajer dengan identitas jelas. Pemilik Stan Kroenke pun memberi dukungan penuh, membuat Arsenal jadi klub dengan net spend lebih dari Rp20 triliun sejak 2021—bahkan melampaui City.
Kini, Andrea Berta, mantan arsitek sukses Atlético Madrid, didatangkan sebagai direktur olahraga baru setelah Edu pergi. Struktur klub lebih matang, visi lebih jelas, dan investasi lebih besar dari sebelumnya.
Namun, semua ini datang dengan konsekuensi: sudah tidak ada lagi alasan. Setelah tiga kali finis kedua dan uang triliunan rupiah dihabiskan, Arsenal wajib mewujudkan mimpi menjadi juara.
Pertaruhan Terakhir Menuju Kejayaan?
Sejak gelar legendaris “Invincibles” tahun 2004, fans Arsenal sudah menunggu terlalu lama. Musim ini bisa jadi penentu: apakah semua kerja keras, dana, dan keyakinan berubah menjadi trofi, atau justru jadi bukti bahwa uang tak menjamin kesuksesan?
Arteta sudah membuat cetak biru, Kroenke sudah mendanai, dan fans sudah percaya. Pertanyaan yang tersisa hanya satu: kalau bukan sekarang, kapan lagi?