
Gilabola.com – Setiap klub Big Six atau enam besar Premier League kini punya gelandang serang berkelas dunia, dan musim ini peran mereka bisa jadi pembeda utama dalam perebutan gelar juara.
Dari Xavi Simons di Tottenham, hingga Eberechi Eze di Arsenal, masing-masing tim memiliki pemain kreatif yang siap membawa warna baru di lini tengah sekaligus meningkatkan kualitas serangan.
Tapi klub mana yang punya gelandang serang terbaik? Mari kita lihat satu per satu!
Tottenham: Xavi Simons & Mohammed Kudus, Duet Kreatif yang Menjanjikan
Tottenham mengawali musim dengan gebrakan besar lewat transfer Xavi Simons senilai Rp1 triliun dari RB Leipzig. Kehadirannya menjadi solusi atas absennya James Maddison dan Dejan Kulusevski. Simons yang baru berusia 22 tahun membawa pengalaman Eropa dan internasional bersama Belanda, serta diproyeksikan bermain sebagai nomor 10 di bawah Thomas Frank.
Dengan Simons di tengah, Pape Matar Sarr bisa kembali ke posisi favoritnya bersama João Palhinha di pivot, membentuk trio pekerja keras yang sesuai filosofi Frank. Di sisi lain, Spurs juga mendatangkan Mohammed Kudus dari West Ham seharga Rp1,07 triliun. Kudus yang serbaguna bisa bermain sebagai gelandang serang atau winger kanan, menambah variasi serangan. Dengan total investasi Rp2,07 triliun, Tottenham dianggap melakukan bisnis cerdas dibanding klub lain yang membayar mahal untuk pemain dengan kualitas lebih rendah.
Manchester United: Matheus Cunha, Harapan di Tengah Kekacauan
United menebus klausul rilis Matheus Cunha senilai Rp1,22 triliun dari Wolves. Pemain asal Brasil ini langsung diplot sebagai starter di posisi kiri dalam formasi 3-4-3 Ruben Amorim. Namun, penampilannya di Old Trafford belum sesuai harapan.
Di Wolves, Cunha mencetak 15 gol musim lalu, banyak di antaranya dari peluang rendah yang ia ciptakan sendiri. Tapi di United, jumlah tembakannya menurun drastis. Masalahnya bukan di kualitas Cunha, melainkan pada sistem Amorim yang gagal menghasilkan peluang berkualitas. United hanya mencatat 24% win rate, dan bahkan tersingkir memalukan di Carabao Cup melawan Grimsby Town.
Jika Amorim dipecat dalam waktu dekat, Cunha bisa kembali jadi senjata mematikan. Dengan kualitas dribel, tembakan keras, dan naluri liar di kotak penalti, ia hanya butuh sistem yang mendukung untuk bersinar.
Manchester City: Rayan Cherki, Pewaris Tahta De Bruyne
City akhirnya mendapatkan Rayan Cherki setelah musim terbaiknya di Lyon dengan 33 kontribusi gol dari 48 laga. Cherki dianggap sebagai pengganti ideal Kevin De Bruyne. Ia punya keunggulan menggunakan kedua kaki, cerdas mencari ruang, dan kreatif dalam menciptakan peluang.
Kekurangannya ada pada fisik, yang kadang membuatnya kesulitan mendominasi pertandingan. Namun, di bawah Pep Guardiola, Cherki bisa berkembang jadi pemain kunci. Dengan lini depan yang sudah penuh bintang, ia hanya perlu beradaptasi. Pertanyaan terbesar bukan pada serangan City, melainkan pada pertahanan yang rapuh musim lalu dan membuat mereka tanpa gelar.
Chelsea: Cole Palmer & Munculnya Estevão
Cole Palmer tetap jadi motor utama Chelsea meski klub gagal mendatangkan gelandang serang baru. Sejak pindah dari City senilai Rp781 miliar, Palmer mencatat 74 kontribusi gol dari 101 laga, plus menjuarai Piala Dunia Antarklub dan Conference League.
Namun, performanya menurun sejak awal 2024, terutama saat dipasang sebagai nomor 10. Palmer jauh lebih berbahaya ketika bermain di sayap kanan, terbukti lewat dua gol dan satu assist di final Piala Dunia Antarklub melawan PSG. Karena itu, Chelsea mungkin akan memberi peran lebih besar untuk Estevão, bintang muda 18 tahun asal Brasil yang juga bisa bermain di tengah maupun kanan.
Kunci sukses Chelsea ada di tangan Enzo Maresca, apakah ia bisa mengembalikan Palmer ke performa terbaiknya. Jika ya, Chelsea bisa bersaing serius di domestik maupun Eropa.
Liverpool: Florian Wirtz, Rekor Transfer yang Masih Adaptasi
Liverpool memecahkan rekor transfer Inggris dengan menebus Florian Wirtz dari Bayer Leverkusen seharga Rp2,27 triliun. Meski tampil gemilang di Bundesliga, Wirtz masih kesulitan menyesuaikan diri di Premier League yang lebih cepat, keras, dan disiplin secara taktik.
Di Leverkusen, Wirtz bebas bergerak sebagai salah satu gelandang serang dalam skema 3-4-3. Namun, di Liverpool ia dituntut lebih banyak membangun serangan sebagai nomor 10 klasik. Adaptasi ini membuat performanya belum stabil. Meski begitu, musim baru saja dimulai, dan Arne Slot punya banyak waktu untuk memaksimalkan potensinya. Jika Wirtz bisa mencapai levelnya di Jerman, Liverpool sangat berpeluang mengembalikan trofi liga ke Anfield.
Arsenal: Eberechi Eze, Reuni dengan Harapan Baru
Arsenal akhirnya memulangkan “anak hilang” akademi mereka, Eberechi Eze, dari Crystal Palace dengan harga Rp1,32 triliun. Meski debutnya berakhir dengan kekalahan melawan Liverpool, Eze diharapkan bisa jadi pembeda.
Masalahnya, posisi favoritnya di tengah sudah dihuni Martin Ødegaard, kapten yang tak tergantikan. Artinya, Eze kemungkinan besar akan dimainkan di sayap kiri. Namun, ini membuka peluang terciptanya “box midfield” bersama Ødegaard, Declan Rice, dan Martin Zubimendi. Skema ini bisa membuat Bukayo Saka lebih bebas di sisi kanan dengan lebih banyak ruang 1 lawan 1.
Jika Arteta mampu memadukan Eze dengan skuad yang semakin dalam, Arsenal bukan hanya kandidat juara Premier League, tapi juga bisa melangkah jauh di Liga Champions.