Gilabola.com – Ruben Amorim mengakhiri musim debutnya di Old Trafford dengan nada yang tak biasa: permintaan maaf kepada suporter. Di tengah sorakan sopan dan pandangan kosong dari tribun, pelatih asal Portugal itu menyampaikan pidato penuh penyesalan, namun menyelipkan secercah harapan. “Musim ini adalah bencana, tapi saya ingin katakan: hari-hari indah akan datang,” ucapnya.
Pernyataan tersebut menjadi titik awal dari banyak pertanyaan: kapan hari itu akan datang? Bagaimana caranya? Dan apakah itu realistis? Karena faktanya, musim 2024/25 adalah salah satu musim terburuk dalam sejarah Manchester United.
Dari Bencana ke Harapan: Jalan Terjal Menanti
Manchester United finis di peringkat ke-15 klasemen Premier League — posisi terburuk mereka dalam era modern. Di bawah kepemimpinan Amorim, mereka hanya mengumpulkan 27 poin dari 27 laga, dan 10 di antaranya diraih dari tim-tim yang terdegradasi. United juga empat kali kalah dari Tottenham, yang ironisnya hanya finis satu peringkat di atas zona degradasi.
Sebaliknya, kemenangan atas Aston Villa di pekan terakhir dan kemenangan di Manchester derby menjadi sedikit penyejuk di musim yang penuh luka. Amorim memang bisa berargumen bahwa tidak lolos ke Liga Champions memberi lebih banyak waktu untuk membenahi tim di lapangan latihan. Tapi realitanya, tim ini butuh lebih dari sekadar waktu.
Formasi 3-4-3 andalannya belum sepenuhnya dipahami oleh skuad, dan musim depan United hanya akan berkutat di kompetisi domestik tanpa harapan menyaksikan duel melawan tim seperti Athletic Bilbao atau Lyon. Yang lebih parah, mereka tertinggal 24 poin dari zona Liga Champions dan 14 poin dari Bournemouth yang berada di papan tengah. Bahkan posisi kedelapan terasa seperti target ambisius saat ini.
Pembenahan Skuat dan Pertaruhan Masa Depan
Dengan dana transfer yang terbatas dan reputasi klub yang terus merosot, Amorim diprediksi hanya bisa mendatangkan maksimal lima pemain inti — padahal dibutuhkan sepuluh. Di tengah tekanan PSR (Profit and Sustainability Rules), penjualan pemain menjadi solusi yang menyakitkan tapi realistis.
Bruno Fernandes, sang kapten, disebut sebagai satu-satunya pemain yang tak boleh dilepas, namun justru menjadi satu-satunya yang menarik minat klub besar. Rasmus Hojlund kehilangan kepercayaan diri, Alejandro Garnacho dicadangkan di final Eropa dan bahkan disarankan untuk mencari klub baru. Kobbie Mainoo mulai dilupakan. Sementara itu, Marcus Rashford yang sempat dibuang, akan kembali dengan masa depan yang belum pasti.
Selain itu, rekrutmen Matheus Cunha dan minat pada Liam Delap dan Bryan Mbeumo menunjukkan Amorim ingin merombak lini serang. Tapi jika Antony dan Jadon Sancho tidak segera dijual, rencana besar Amorim bisa gagal total.
Sementara itu, Ineos dan Sir Jim Ratcliffe, yang kini mengendalikan operasional klub, sedang memecat 200 staf — sebuah langkah drastis yang menambah tekanan di luar lapangan.
Ruben Amorim memulai proyek jangka panjang di klub yang penuh luka dan krisis identitas. Ia meminta waktu dan kepercayaan, tapi realita Premier League tidak selalu memberi keduanya. Jika United kembali gagal musim depan, pertanyaan terbesar bukan lagi soal apakah “hari baik akan datang”, tapi siapa yang layak membawanya.