AS Monaco Siap Jadi Panggung Kebangkitan Dua Bintang yang Terlupakan!

Gilabola.com – Dua bintang yang meredup mencoba memulai kembali di Ligue 1 bersama Monaco — tapi dengan nasib dan beban yang sangat berbeda.

CEO AS Monaco, Thiago Scuro, sejak awal menargetkan bahwa dalam tiga tahun ke depan, setengah dari skuad utama akan berasal dari akademi klub. Target ini ambisius, tapi tidak mustahil, mengingat sejarah Monaco dalam membina talenta seperti Thierry Henry, David Trezeguet, hingga Kylian Mbappe.

Namun, Scuro juga memahami bahwa mengombinasikan pemain muda dengan pengalaman adalah kunci untuk bersaing di Liga Champions. Maka, keputusan untuk mendatangkan dua nama besar — Paul Pogba dan Ansu Fati — menjadi bagian dari strategi ini.

Paul Pogba: Populer Meski Terkena Sanksi

AS Monaco jarang membuat gebrakan di bursa transfer sejak musim panas 2013-14, saat mereka mendatangkan Radamel Falcao dan James Rodriguez. Kini, nama Pogba menjadi transfer paling mencolok dalam satu dekade terakhir.

Dengan lebih dari 63 juta pengikut di Instagram — 30 kali lipat lebih banyak dari akun resmi Monaco — Pogba tetap menjadi pusat perhatian meski tak bermain sejak 3 September 2023 karena sanksi doping.

Ia menerima kesalahan atas konsumsi suplemen dari seorang dokter di Florida, yang menyebabkan kadar testosteronnya melonjak. Meski awalnya dihukum 4 tahun, Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) menguranginya menjadi 18 bulan karena pelanggaran dinilai tidak dilakukan secara sengaja.

“Akhirnya mimpi buruk ini berakhir,” kata Pogba. “Saya bisa kembali mengejar impian saya. Ini adalah masa paling berat dalam hidup saya.”
Kini, Pogba punya kesempatan langka untuk menghidupkan lagi kariernya di level tertinggi.

Ansu Fati: Harapan yang Padam Sebelum Waktu

Di usia 22, Ansu Fati seharusnya berada di masa emas kariernya. Tapi kisahnya berubah drastis sejak cedera meniskus pada 2020, tak lama setelah menjadi pencetak gol termuda kedua dalam sejarah El Clasico.

Awalnya ia diprediksi absen empat bulan, namun kenyataannya Fati butuh sembilan bulan untuk kembali — dan tidak pernah benar-benar kembali ke performa terbaiknya. Musim 2022-23 menunjukkan secercah harapan, tapi peminjaman ke Brighton musim berikutnya menandakan Barca sudah kehilangan keyakinan padanya.

Kini, Barca siap melepas Fati secara permanen demi menyelamatkan struktur keuangan klub. Monaco bersedia menampungnya dengan status pinjaman, dan kemungkinan pembelian permanen.

Pelatih Hutter: Gaya Menyerang dan Pendekatan Pribadi

Monaco bukan hanya tempat glamor bermain bola, tapi juga rumah bagi permainan atraktif berkat sentuhan Adi Hutter. Pelatih asal Austria ini membawa Monaco ke posisi runner-up Ligue 1 dan lolos ke Liga Champions setelah mengalahkan tim-tim seperti Barcelona dan Aston Villa.

Hutter punya filosofi permainan menyerang dan memberi kebebasan pada pemain kreatif seperti Eliesse Ben Seghir, Maghnes Akliouche, dan George Ilenikhena.

“Saya benci sepak bola membosankan,” kata Hutter. “Saya ingin permainan yang menghibur. Di sepertiga akhir lapangan, saya biarkan pemain berekspresi.”
Bagi Pogba dan Fati, sistem ini bisa menjadi panggung sempurna untuk kembali bersinar.

Hubungan Pelatih-Pemain: Kunci Pemulihan

Hutter tak hanya dikenal karena gaya bermainnya, tapi juga kemampuan manajemen pemain. Ia sukses memulihkan sikap Denis Zakaria yang sebelumnya dikenal sulit diatur.

“Kini saya sadar setiap pemain adalah manusia yang berbeda. Saya membangun hubungan dengan mereka. Dulu saya juga pernah muda,” ujarnya.
Pendekatan ini sangat cocok untuk dua pemain yang merasa tak didukung oleh klub sebelumnya. Pogba kecewa dengan sikap Juventus saat ia menjalani sanksi, sementara Fati merasa tak diberi cukup kesempatan oleh Barcelona.

Babak Baru di Ligue 1?

Fati masih muda dan punya waktu untuk berkembang, seperti yang dikatakan oleh Direktur Olahraga Barca, Deco: “Kita bicara seolah-olah dia berusia 30, padahal dia masih harus belajar.”

Monaco bisa menjadi tempat terbaik untuk itu — tentu saja jika ia bisa tetap bugar. Untuk Pogba, kesempatan seperti ini mungkin yang terakhir di Eropa. Ia bisa saja pergi ke Timur Tengah atau MLS, tapi memilih untuk tetap bertarung demi tempat di skuad Prancis untuk Piala Dunia 2026.

“Saya siap secara fisik dan mental,” katanya kepada TF1. “Saya tidak sabar memulai lagi, di usia 32, seolah saya masih anak-anak.”

Namun, justru “jiwa anak-anak” itulah yang membuat Juventus ingin segera memutus kontraknya. Tetap saja, bagi Monaco, Pogba dan Fati adalah rekrutan berisiko rendah tapi berpotensi keuntungan besar.

Seperti kata Hutter, meski ia pelatih pengembang, bukan “pemadam kebakaran”, kedua pemain ini jelas layak untuk diselamatkan.