Gilabola.com – Ruben Amorim terlihat tidak menikmati sepenuhnya kemenangan terakhir timnya. Dia segera meninggalkan lapangan setelah peluit panjang berbunyi, mengenakan jaket dan masuk ke lorong stadion.
Perasaan lega yang seharusnya dia rasakan tertelan oleh tekanan menjelang salah satu pertandingan terpenting dalam kariernya sebagai pelatih sepak bola.
Di sisi lain, ribuan kilometer jauhnya di Arctic Circle di laga semifinal Liga Europa lainnya, pelatih Tottenham Hotspur Ange Postecoglou menunjukkan temperamennya yang dikenal pendek.
Ketika ditanya soal Manchester United dan pandangan mereka terhadap Liga Europa, dia tidak bisa menyembunyikan emosinya. Dia merasa frustrasi, dan tekanan jelas terlihat menumpuk menjelang pertandingan final.
Pertandingan final Liga Europa yang akan digelar pada 21 Mei di Bilbao bukan sekadar penentuan juara. Bagi kedua klub besar yang sedang terpuruk di Liga Inggris ini, laga tersebut menjadi ujian yang bisa mengubah arah masa depan, baik ke arah yang lebih cerah, maupun menuju kekacauan baru.
Amorim menganggap bahwa final ini bukan tentang uang atau sekadar menambahkan trofi ke lemari klub. Dua mengatakan bahwa gelar juara memberi tim perasaan bisa melakukan sesuatu yang hebat, memberi sesuatu kepada para penggemar, dan mengubah atmosfer yang suram menjadi keyakinan.
Menurutnya, memenangkan laga ini bukan hanya tentang lolos ke Liga Champions musim depan, tetapi tentang memulai perubahan, dan ini justru memberi tekanan tambahan untuk mewujudkannya.
Tekanan Tak Sama, tapi Beban Serupa
Tottenham datang ke Bilbao dengan sejumlah pertanyaan besar. Masa depan pelatih, cedera pemain penting, dan catatan panjang tanpa trofi menjadi bayang-bayang tersendiri. Sejak terakhir kali menjuarai kompetisi Eropa pada 1984, tim ini terus dibayangi label “Spursy”—sebuah sindiran soal kebiasaan mereka gagal di saat krusial.
Postecoglou menyampaikan bahwa ada perdebatan yang membuat banyak orang kesal. Dia menanggapi dengan tajam isu bahwa pemenang Liga Europa tahun ini tidak pantas lolos ke Liga Champions, menyebutnya sebagai wacana yang tidak masuk akal.
Dia juga menyatakan bahwa penampilan buruk di liga tidak ada hubungannya dengan pertandingan final nanti. Dalam pandangannya, Tottenham dan Manchester United sama-sama pantas berada di sana.
Di tengah tekanan itu, Arsene Wenger sempat melontarkan usulan agar tiket otomatis ke Liga Champions bagi juara Liga Europa dicabut. Komentar ini memicu semangat perlawanan dari kedua kubu, seolah menciptakan suasana “kita lawan dunia” di antara tim dan suporter.
Manchester United dan Tottenham saat ini berada di papan bawah klasemen Liga Inggris, posisi 15 dan 16. Namun pertandingan liga tampaknya tidak lagi menjadi prioritas utama. Semua fokus kini tertuju ke satu malam di Spanyol.
Amorim menanggapi rekor tiga kekalahan dari Tottenham musim ini dengan tenang. Dia menyatakan bahwa setiap pertandingan adalah cerita baru. Meskipun kalah dalam tiga pertemuan terakhir, dia merasa peluang untuk menang kali ini lebih besar. Dia percaya bahwa pertandingan seperti ini akan dimainkan dengan taruhan total dari kedua tim.
Dia juga menambahkan bahwa posisi dirinya dan Postecoglou mirip. Meskipun situasinya berbeda karena kontrak dan konteks klub, keduanya sedang berjuang keras untuk mempertahankan pengaruhnya di ruang ganti dan kepercayaan dari manajemen.