Final Liga Europa: Menang Kalah Hasilnya Sama Saja, Kedua Pelatih Tetap Dipecat!

Gilabola.com – Final Liga Europa 2025 antara Manchester United vs Tottenham Hotspur yang akan digelar di Stadion San Mamés, Bilbao, bukan hanya soal memperebutkan trofi bergengsi Eropa. Laga ini bisa menjadi penentu nasib dua pelatih yang sedang berada dalam tekanan berat: Ruben Amorim dan Ange Postecoglou.

Namun mengejutkannya, menurut mantan gelandang Tottenham, Steffen Freund, bahkan kemenangan pun mungkin tak cukup menyelamatkan mereka dari pemecatan.

Kemenangan Tak Menjamin Aman

Freund menyampaikan pandangan realistis soal dunia sepak bola kepada Sky Sports News. Ia menyebut bahwa buruknya performa kedua klub di Premier League — United berada di peringkat 16 dan Spurs di posisi 17 — bisa jadi alasan cukup kuat bagi petinggi klub untuk mengambil keputusan ekstrem, terlepas dari hasil final.

“Saya harus menjawab sesuai dengan bagaimana bisnis sepak bola berjalan,” kata Freund.
“Mungkin hasil pertandingan ini tak akan memengaruhi keputusan klub. Liga Primer adalah segalanya bagi para suporter, dan ini adalah musim terburuk bagi kedua klub.”
Ia juga mencontohkan bagaimana Manchester United sebelumnya memecat pelatih meski mereka berhasil membawa pulang trofi.

“Lihat saja United: Louis van Gaal dipecat setelah menjuarai FA Cup. Erik ten Hag juga dipecat setelah membawa FA Cup. Jadi, memang seperti itulah dunia sepak bola sekarang.”
Freund mengaku tak menyukai kenyataan ini, namun menyadari bahwa tekanan untuk hasil instan dalam sepak bola modern begitu besar.

Perjuangan, Tekanan, dan Harapan

Sementara itu, masa depan Ange Postecoglou terus menjadi bahan spekulasi. Pelatih asal Australia itu sudah mengindikasikan bahwa ia ingin membawa Spurs menjuarai trofi dalam musim keduanya, dan kini ia berada di ambang menepati janji tersebut. Namun kabarnya, ketua klub Daniel Levy tetap mempertimbangkan untuk memecatnya, terlepas dari hasil final.

Dalam konferensi pers menjelang laga, Postecoglou tampak frustrasi ketika ditanya oleh jurnalis apakah ia akan terlihat seperti “badut” jika kalah. Sang pelatih berusaha meredam ekspektasi besar, tetapi di ruang ganti, semangat tetap menyala.

Kapten Tottenham, Son Heung-min, memahami betul pentingnya momen ini, bukan hanya untuk para pemain, tapi untuk sejarah klub secara keseluruhan.

“Ini akan menjadi momen luar biasa bagi kami semua jika bisa menang,” ucap Son.

“Kami tahu bahwa langkah pertama selalu yang paling sulit, tapi kalau kami bisa raih trofi ini, kami bisa mengubah mentalitas, mengubah sejarah, dan semoga terus bersaing untuk trofi-trofi berikutnya.”

Di sisi lain, Ruben Amorim pun menghadapi musim debut yang tak berjalan sesuai harapan sejak mengambil alih kursi pelatih dari Erik ten Hag pada bulan November. Kemenangan di final ini akan menjadi pelipur lara sekaligus penebus kegagalan, tetapi bahkan itu belum tentu cukup untuk mempertahankan posisinya.

Dengan tiket otomatis ke Liga Champions musim depan sebagai hadiah bagi sang juara, laga ini menjadi lebih dari sekadar pertandingan — ini pertaruhan besar untuk masa depan dua proyek yang hampir ambruk.