Gilabola.com – Kalau ada satu orang yang bisa membawa Brasil kembali juara Piala Dunia 2026, maka orang itu adalah Carlo Ancelotti. Dan hal itu dapat kita lihat dengan penampilan kuat tim Samba, diawali dengan hasil imbang 0-0 melawan Ekuador, kemudian melibas Paraguay dengan skor 1-0 dan terbaru menggilas Chile dengan skor telak 3-0.
Pesan besar itu juga yang disampaikan Konfederasi Sepak Bola Brasil (CBF) ketika resmi mengumumkan perekrutan pelatih asal Italia ini, sebuah langkah yang mereka sebut bukan sekadar strategi, melainkan pernyataan kepada dunia.
Presiden CBF, Ednaldo Rodrigues, bahkan menyebut Ancelotti sebagai “pelatih terbesar dalam sejarah” yang kini dipercaya memimpin tim nasional paling legendaris di dunia. Harapan itu jelas: bersama-sama, mereka ingin menulis babak baru yang gemilang dalam sejarah sepak bola Brasil.
Drama Pengumuman dan Real Madrid yang Terkejut
Yang membuat langkah ini semakin mencolok adalah cara CBF mengumumkannya. Biasanya, klub atau pelatihlah yang mengontrol momen besar semacam ini. Tapi kali ini, CBF bergerak mendahului Real Madrid maupun Ancelotti sendiri. Padahal kontrak Ancelotti dengan Madrid masih berjalan hingga tahun depan dan musim mereka pun belum selesai.
Kekalahan 3-4 dari Barcelona dalam El Clasico memang hampir menutup peluang juara liga, tapi tetap saja ada tiga laga tersisa. Biasanya, kabar besar soal kepergian pelatih akan datang setelah musim benar-benar berakhir.
Tindakan CBF ini jelas mendahului Madrid, klub paling sukses di dunia, dan tentu saja membuat Florentino Pérez—presiden Real Madrid yang terkenal berhati panjang—tidak akan melupakannya begitu saja.
Ancelotti: Sosok yang Tak Pernah Simpan Dendam
Meski begitu, Ancelotti bukan tipe orang yang suka menyimpan sakit hati. Bahkan ketika ia pernah dipecat Madrid pada 2015, hanya 10 bulan setelah mempersembahkan gelar Liga Champions ke-10, ia menerima dengan lapang dada.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali, memenangkan 11 trofi lagi termasuk dua Liga Champions, Copa del Rey, dan dua gelar La Liga.
Karakter santai, penuh cinta terhadap permainan, serta kemampuannya membuat pemain merasa nyaman adalah kunci suksesnya.
Dari Ibrahimovic, Cristiano Ronaldo, Mbappé hingga para bintang Brasil seperti Vinícius Júnior, Ancelotti dikenal sebagai “Galactico whisperer”—pelatih yang mampu meredam ego bintang besar dan menjaga harmoni ruang ganti.
Catatan Rekor yang Sulit Ditandingi
Tidak ada pelatih lain yang punya koleksi lima gelar Liga Champions seperti Ancelotti. Ia juga menjadi satu-satunya orang yang pernah juara di lima liga top Eropa: Italia, Inggris, Prancis, Jerman, dan Spanyol.
Dengan rekam jejak seperti ini, tak heran para legenda Brasil dari Thiago Silva, Cafu, Marcelo, hingga Kaka mendukung penuh langkah CBF.
Tapi tantangan Ancelotti kali ini berbeda. Jika di Madrid ia bisa mengatasi masa sulit dengan membeli pemain top dunia, Brasil harus bertumpu pada regenerasi talenta lokal.
Meski negara dengan populasi lebih dari 211 juta jiwa itu terus melahirkan pemain berbakat, rekam jejak mereka di Piala Dunia sejak 2002 sangat mengecewakan.
Brasil hanya sekali melangkah lebih jauh dari perempat final, dan itu berakhir dengan mimpi buruk: kekalahan 1-7 dari Jerman di semifinal Piala Dunia 2014. Sejak saat itu, aura keperkasaan Brasil seakan memudar, meski sempat meraih dua Copa America pada 2007 dan 2019.
Akhir Karier Klub, Awal Tantangan Terbesar
Ancelotti sendiri sejak lama mengaku Real Madrid akan menjadi pekerjaan terakhirnya di level klub. Di usia 65 tahun, ia sudah cukup puas dengan karier yang luar biasa. Hidup sederhana di pedesaan Italia atau di Vancouver sudah lebih dari cukup baginya. Namun, satu tantangan terakhir selalu mengusiknya: melatih tim nasional.
Italia mungkin jadi tebakan awal, tapi posisi itu sudah terisi. Justru Brasil datang menawarkan hal yang jauh lebih bersejarah: kesempatan menjadi pelatih asing pertama yang membawa Selecão meraih bintang keenam di Piala Dunia.
Dan kalau ada satu orang di dunia ini yang bisa melakukannya, jawabannya hanya satu: Carlo Ancelotti!