Gilabola.com – Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo mungkin menjadi ikon sepak bola dengan penghasilan besar, namun kekayaan mereka tidak sebanding dengan satu pemain sepak bola yang pernah gagal bersinar di Premier League, yakni Faiq Bolkiah.
Dua legenda sepak bola modern ini telah mengumpulkan kekayaan besar melalui karier mereka yang gemilang. Messi, yang kini berusia 37 tahun, telah meraih banyak trofi bersama Barcelona, PSG, dan Inter Miami.
Dia telah memenangkan delapan Ballon d’Or, 12 gelar liga, empat Liga Champions, dan satu Piala Dunia. Berdasarkan laporan Celebrity Net Worth, kekayaannya mencapai hampir Rp 14 Trilyun.
Sementara itu, Ronaldo, yang juga telah mengukir namanya di dunia sepak bola bersama Real Madrid, Manchester United, Juventus, dan Al-Nassr, memiliki kekayaan sekitar Rp 13 Trilyun.
Namun, jika kekayaan keduanya digabungkan menjadi Rp 27 Trilyun saja, jumlah tersebut masih jauh di bawah nilai kekayaan Faiq Bolkiah yang dilaporkan mencapai Rp 326 Trilyun, WOW!
Bolkiah, keponakan Sultan Brunei, adalah salah satu ahli waris dari kekayaan keluarga yang diperkirakan bernilai Rp 4 Kuadrilyun lebih. Lahir di Los Angeles, Bolkiah memulai perjalanan sepak bolanya di tim junior Newbury, sebelum bergabung dengan akademi Southampton, Chelsea, dan Leicester City. Meski begitu, dia tidak pernah berhasil tampil di tim utama salah satu klub tersebut.
Pada tahun 2020, Bolkiah menandatangani kontrak profesional pertamanya dengan klub Maritimo di Portugal, tetapi hanya bermain di tim U-23. Setahun kemudian, dia pindah ke klub Chonburi di Thailand, di mana ia tampil dalam 32 pertandingan, mencetak dua gol, dan empat assist. Kini, pemain berusia 26 tahun itu bermain untuk Ratchaburi sejak tahun 2023.
Dalam kancah internasional, Bolkiah yang memiliki kewarganegaraan ganda Amerika Serikat dan Brunei, telah membela tim nasional Brunei sebanyak enam kali dan mencetak satu gol.
Walaupun tidak pernah mencapai puncak karier di Premier League, dia sempat bermain bersama Ruben Loftus-Cheek dan Tammy Abraham saat masih di akademi Chelsea.
Ruben Sammut, salah satu mantan rekan setimnya di akademi, mengungkapkan bahwa Bolkiah adalah sosok yang rendah hati. Sammut menceritakan bahwa meskipun rekan-rekannya sering bercanda tentang status Bolkiah sebagai keturunan kerajaan, mereka tetap menghargai semangatnya dalam bermain sepak bola.
Menurut Sammut, Bolkiah bermain bukan karena kebutuhan, tetapi karena kecintaannya pada sepak bola. Komentar tersebut mencerminkan bagaimana tekad Bolkiah untuk tetap berkarier di lapangan hijau meskipun latar belakangnya sangat berbeda dari pemain kebanyakan.
Perjalanan karier Faiq Bolkiah menunjukkan bahwa kecintaan terhadap sepak bola tidak selalu diukur dari pencapaian, melainkan dari dedikasi dan tekad untuk terus bermain meski jalan tidak selalu mudah.