Mauro Icardi, striker asal Argentina, telah menempuh perjalanan karier yang penuh dengan sorotan di dunia sepak bola. Dilahirkan di Rosario, Argentina, kota yang juga melahirkan pemain legendaris seperti Lionel Messi dan Ángel Di María, Icardi memulai kariernya di klub lokal sebelum pindah bersama keluarganya ke Gran Canaria.
Di sana, dia memperlihatkan bakatnya sebagai pencetak gol ulung dengan mencetak lebih dari 400 gol di level junior untuk UD Vecindario. Potensi luar biasa ini menarik perhatian beberapa klub besar Eropa, dan pada akhirnya, Barcelona berhasil membawanya ke akademi mereka, La Masia.
Namun, Icardi merasa bahwa gaya bermain Barcelona tidak cocok untuknya. Dia menyadari bahwa dengan karakteristik fisiknya yang tinggi dan kuat, sulit baginya untuk menemukan tempat dalam sistem tiki-taka yang diusung klub Catalan tersebut. Akhirnya, pada tahun 2011, Icardi dipinjamkan ke Sampdoria dan kemudian dijual secara permanen pada tahun berikutnya.
Di Italia, karier Icardi mulai bersinar. Namun, di tengah karier sepak bolanya yang menjanjikan, kehidupan pribadinya mulai menarik perhatian yang lebih besar. Salah satu momen kontroversial dalam hidupnya adalah hubungan cintanya dengan Wanda Nara, istri rekan setimnya di Sampdoria, Maxi López.
Icardi dan Wanda memulai hubungan saat Wanda masih menikah dengan López, yang membuat perseteruan di antara mereka semakin panas. López, yang sempat menjadi teman dekat dan mentor bagi Icardi, akhirnya menceraikan Wanda pada tahun 2013. Setahun kemudian, Wanda menikah dengan Icardi, yang memperkeruh situasi di antara kedua mantan rekan setim tersebut.
Pertemuan antara Icardi dan López di lapangan pada tahun 2014 dalam pertandingan yang dijuluki “Derby Wanda” menarik perhatian besar karena López menolak berjabat tangan dengan Icardi. Hubungan mereka yang dulu akrab kini telah berubah menjadi persaingan yang penuh ketegangan.
Di tengah sorotan ini, Icardi juga mendapatkan kritik keras dari legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona. Maradona tidak segan-segan menyebut Icardi sebagai “pengkhianat” dan menyatakan bahwa Icardi “tidak lagi ada” baginya.
Meski terlibat dalam berbagai kontroversi, karier sepak bola Icardi tidak sepenuhnya terabaikan. Di Inter Milan, dia menjadi salah satu striker paling mematikan di Eropa dan bahkan diangkat menjadi kapten klub pada usia yang sangat muda, 22 tahun.
Namun, hubungan Icardi dengan para suporter Inter, terutama kelompok ultras Curva Nord, memburuk. Setelah kekalahan Inter dari Sampdoria, Icardi mengklaim bahwa suporter bereaksi buruk ketika dia memberikan jerseynya kepada seorang anak kecil.
Situasi ini semakin panas ketika Icardi menulis dalam otobiografinya bahwa dia akan membawa “100 kriminal dari Argentina” untuk menghadapi para ultras yang marah. Pernyataan ini membuat Curva Nord mengeluarkan ultimatum kepada Icardi untuk melepas ban kaptennya.
Karier Icardi di Inter pun berakhir dengan suasana yang tidak menyenangkan, namun dia tetap menunjukkan bakatnya di lapangan. Setelah pindah ke Paris Saint-Germain (PSG), Icardi terus membuktikan kemampuannya sebagai pencetak gol ulung.
Namun, skandal dan kontroversi dalam kehidupan pribadinya selalu membayangi setiap langkah kariernya. Kini, dia bermain di Galatasaray, Turki, di mana dia melanjutkan kariernya sebagai salah satu striker top Eropa.
Icardi, yang pernah diidolakan karena kemampuannya mencetak gol, kini sering dikenang karena drama di luar lapangan. Meski demikian, dia tetap menjadi figur yang menarik di dunia sepak bola, baik karena prestasinya maupun kontroversi yang terus mengelilinginya.