Peta Kekuatan AFCON 2025 di Maroko: Dari Tim Favorit, Tim Kuda Hitam dan Penebusan!Hingga Bayang-Bayang Piala Dunia

Gilabola.com – Piala Afrika (AFCON) kembali hadir dan kali ini digelar di Maroko, hanya beberapa bulan sebelum Piala Dunia 2026. Turnamen ini bukan sekadar perebutan supremasi Afrika, tetapi juga panggung penting untuk mengukur kesiapan tim-tim yang akan tampil di ajang global. Di tengah padatnya kalender kompetisi domestik Eropa dan dunia, AFCON kembali menjadi ujian komitmen, kedalaman skuad, serta arah pembangunan sepak bola Afrika.

Edisi ini terasa istimewa karena menjadi tolok ukur performa jelang Piala Dunia 2026, turnamen 48 tim pertama dalam sejarah. Sejumlah negara Afrika akan tampil di sana, sementara yang lain menjadikan AFCON sebagai kesempatan terakhir untuk menebus kegagalan kualifikasi.

Dari tuan rumah yang sedang berada di puncak generasi emas hingga tim-tim yang mencoba menantang status quo, fase grup menawarkan cerita yang kaya dan beragam.

Grup A: Maroko, Mali, Zambia, dan Comoros

Maroko datang sebagai tuan rumah sekaligus salah satu kekuatan terbesar Afrika. Atlas Lions melaju sempurna di kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan kemenangan di seluruh laga grup, termasuk dua kemenangan atas Zambia yang kembali mereka hadapi di AFCON. Konsistensi ini menegaskan stabilitas tim yang dibangun melalui perencanaan jangka panjang.

Generasi emas Maroko terus berlanjut sejak finis keempat di Piala Dunia 2022. Keberhasilan tim U-20 menjuarai Piala Dunia U-20 di Chile, serta performa solid tim pelapis di Piala Arab 2025, menunjukkan kedalaman skuad yang luar biasa.

Nama-nama seperti Achraf Hakimi, Yassine Bounou, Youssef En Nesyri, dan Brahim Díaz menjadi simbol pengalaman dan kualitas. Namun, fakta bahwa Maroko belum menjuarai AFCON sejak 1976 tetap menjadi bayang-bayang, apalagi setelah tersingkir mengejutkan akibat kekalahan 0-2 dari Afrika Selatan pada edisi terakhir.

Mali dan Zambia, sama-sama mantan juara AFCON, masih menyimpan paradoks. Keduanya konsisten di level usia muda, tetapi tak pernah lolos ke Piala Dunia senior dan kembali absen pada edisi 2026. AFCON menjadi ajang untuk mengembalikan wibawa mereka di kancah Afrika.

Comoros, meski terlemah di atas kertas, menunjukkan perkembangan lewat debut bersejarah di Piala Arab 2025. Inkonsistensi masih menjadi masalah, tetapi karakter sepak bola Afrika yang tak terduga memberi mereka peluang menciptakan kejutan.

Grup B: Mesir, Afrika Selatan, Angola, dan Zimbabwe

Mesir dan Afrika Selatan menjadi unggulan utama grup ini dan sama-sama akan tampil di Piala Dunia 2026. Mesir, dengan tujuh gelar AFCON, tetap menjadi raksasa tradisional, sementara Afrika Selatan terus membangun ulang fondasi setelah periode panjang kegagalan.

Kedua tim menghadapi persoalan serupa soal kedalaman skuad. Mesir, meski memiliki populasi lebih dari 100 juta, masih kesulitan bersaing di luar Afrika. Penampilan tim cadangan mereka di Piala Arab 2025 yang gagal meraih kemenangan mempertegas masalah tersebut.

Angola dan Zimbabwe datang tanpa beban besar. Absennya mereka dari Piala Dunia 2026 justru bisa menjadi keuntungan psikologis untuk bermain lepas dan mengganggu peta persaingan.

Grup C: Nigeria, Tunisia, Uganda, dan Tanzania

Nigeria menjadi sorotan karena kegagalan mereka lolos ke Piala Dunia 2026 setelah kalah dari DR Kongo di final playoff Afrika. Untuk pertama kalinya sejak 1994, Super Eagles absen di dua edisi Piala Dunia beruntun. Dengan potensi besar yang belum sepenuhnya dimaksimalkan, tekanan mengarah pada pelatih Éric Chelle untuk membawa kebangkitan di AFCON.

Tunisia justru mencatat rekor unik dengan lolos ke Piala Dunia tanpa kebobolan satu gol. Namun, sejarah mereka di Piala Dunia masih terbatas pada fase grup. Kedalaman skuad dan performa tim Afrika Utara di AFCON sejak 2004 juga menjadi pertanyaan.

Uganda dan Tanzania, wakil Afrika Timur sekaligus calon tuan rumah AFCON 2027 bersama Kenya, berusaha membangun identitas. Uganda membawa memori final 1972, sementara Tanzania fokus mengumpulkan pengalaman.

Grup D: Senegal, DR Kongo, Benin, dan Botswana

Senegal kembali datang sebagai salah satu favorit. Dengan skuad yang dipimpin Sadio Mané dan Kalidou Koulibaly, tim asuhan Pape Thiaw memburu gelar AFCON kedua setelah sukses pada 2021. Kedalaman dan kontinuitas membuat mereka stabil jelang Piala Dunia.

DR Kongo, yang kembali berjumpa Senegal setelah laga kualifikasi, tengah membangun generasi menjanjikan di tengah dinamika internal. Benin dan Botswana mengusung ambisi berbeda. Benin, perempat finalis 2019 tanpa kemenangan di waktu normal, kini dilatih Gernot Rohr. Botswana, yang baru tampil untuk kedua kalinya, lebih berfokus pada pembentukan identitas permainan.

Grup E: Aljazair, Burkina Faso, Guinea Khatulistiwa, dan Sudan

Aljazair lolos ke Piala Dunia 2026, tetapi kedalaman skuad masih menjadi tanda tanya. Kegagalan tim B mempertahankan Piala Arab menjadi pengingat bahwa regenerasi belum sepenuhnya mulus. Meski begitu, di bawah Vladimir Petković, Aljazair tetap menjadi unggulan utama.

Burkina Faso, Guinea Khatulistiwa, dan Sudan siap memberi perlawanan. Rekam jejak pertemuan sebelumnya menunjukkan bahwa Aljazair kerap kesulitan menghadapi trio ini. Grup ini menuntut adaptasi cepat dan konsistensi sejak laga pertama.

Grup F: Pantai Gading, Kamerun, Gabon, dan Mozambik

Pantai Gading datang sebagai juara bertahan AFCON sekaligus peserta Piala Dunia 2026. Penunjukan Emerse Faé di tengah turnamen sebelumnya menjadi titik balik yang berujung pada gelar juara dan performa stabil di kualifikasi.

Kamerun justru berada dalam situasi kontras. Absen dari Piala Dunia 2026 dan konflik administratif di bawah kepemimpinan Samuel Eto’o membayangi potensi skuad mereka. AFCON menjadi kesempatan terakhir untuk meraih penebusan jangka pendek.

Gabon, yang nyaris melaju ke playoff antarkonfederasi, terus berkembang dengan Pierre-Emerick Aubameyang sebagai figur sentral. Mozambik, terinspirasi penampilan solid melawan Ghana dan Mesir di AFCON 2023, berharap melangkah lebih jauh dan menulis bab baru dalam sejarah mereka.

Analisa Kami

AFCON di Maroko kali ini lebih dari sekadar turnamen kontinental. Ia menjadi cermin kesiapan Afrika menghadapi Piala Dunia 2026. Maroko dan Senegal tampaknya paling siap secara struktur dan kedalaman, sementara tim-tim besar seperti Nigeria dan Kamerun justru berada di persimpangan arah.

Di balik dominasi kekuatan tradisional, menurut kami potensi kejutan tetap terbuka lebar—sebuah karakter yang selalu membuat Piala Afrika berbeda dan sulit diprediksi.

SebelumnyaBukan Klopp atau Zidane! Romano Ungkap Kandidat Pengganti Alonso di Real Madrid
SelanjutnyaBayern Menuding, Florian Wirtz Sudah Lama Membantah Isu Nomor 10 di Liverpool