Gilabola.com – Napoli kembali mencatat sejarah emas setelah menjuarai Piala Super Italia (Supercoppa Italiana) dan membuat Antonio Conte tak ragu melontarkan sindiran keras ke Manchester United. Keberhasilan ini terasa spesial karena dua mantan pemain Old Trafford, Scott McTominay dan Rasmus Hojlund, menjadi aktor penting di balik sukses Partenopei.
Kemenangan 2-0 atas Bologna di Arab Saudi memastikan Napoli meraih dua trofi dalam satu tahun kalender, sesuatu yang terakhir kali mereka lakukan pada era Diego Maradona di tahun 1990. Conte pun memanfaatkan momen ini untuk menegaskan kualitas kerja kepelatihannya—sekaligus mempertanyakan keputusan klub lamanya di Inggris.
McTominay dan Hojlund, Bukti Nyata Sindiran Conte
Scott McTominay tampil luar biasa sejak didatangkan Napoli dari Manchester United pada Agustus 2024 dengan nilai sekitar Rp405 miliar (£25,7 juta). Gelandang asal Skotlandia itu mencetak 13 gol dari lini tengah dan dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Serie A musim lalu, sebuah pencapaian yang tak pernah ia raih selama di Premier League.
Sementara itu, Rasmus Hojlund, yang direkrut MU dengan harga fantastis Rp1,1 triliun (£72 juta), kembali menemukan ketajamannya di Italia. Dipinjamkan ke Napoli setelah Romelu Lukaku mengalami cedera paha di pramusim, striker asal Denmark tersebut sudah mencetak tujuh gol dan ikut mengantar Napoli meraih Scudetto dan Supercoppa di tahun yang sama.
Di media sosial, Hojlund mengunggah foto bersama trofi dengan caption singkat namun penuh makna: “Inilah yang namanya keputusan besar.”
Sindiran Terbuka Conte ke Manchester United
Conte tak menahan diri dalam sesi wawancara usai laga. Ia secara terang-terangan mempertanyakan mengapa McTominay dan Hojlund tidak mendapatkan kepercayaan penuh di Manchester United.
“Semua orang dulu bilang Rasmus tidak bermain di Manchester, begitu juga McTominay. Jadi kenapa? Coba tanyakan itu pada diri kalian sendiri,” ujar Conte.
“Kami, staf pelatih, punya pekerjaan yang harus dilakukan. Ada alasan kenapa kami berada di sini sekarang.”
Pernyataan ini langsung dianggap sebagai sindiran tajam terhadap manajemen dan sistem kepelatihan Setan Merah.
Taktik Conte dan Keajaiban David Neres
Dalam laga final Supercoppa, Napoli tampil tanpa sejumlah nama besar seperti Kevin De Bruyne, Andre-Frank Zambo Anguissa, dan Billy Gilmour yang semuanya cedera. Namun hal itu tak menghalangi dominasi Napoli, dengan David Neres mencetak dua gol kemenangan.
Conte menegaskan bahwa keberhasilan timnya bukan sekadar individual brilliance, tetapi hasil dari analisis dan persiapan matang.
“Gol pertama memang momen magis individu, tapi peluang lain lahir dari analisis bagaimana menyakiti Bologna,” jelasnya.
“Tugas pelatih adalah meningkatkan pengetahuan pemain—secara taktik, pergerakan, dan mentalitas.”
Trofi ke-10 Conte dan Mental Juara
Trofi Supercoppa ini menjadi gelar mayor ke-10 dalam karier kepelatihan Conte. Ia mengakui bahwa kegagalan-kegagalan di masa lalu justru membentuk mentalitas juaranya saat ini.
“Tak ada yang peduli siapa runner-up. Saya kalah banyak final sebagai pemain dan pelatih, dan itu membuat saya lebih kejam,” kata Conte.
“Kekalahan meningkatkan determinasi. Anda tak ingin merasakan rasa sakit itu lagi.”
Presiden Napoli, Aurelio De Laurentiis, pun memberikan pujian setinggi langit.
“Sejak era Maradona, kami belum pernah memenangkan dua trofi dalam setahun. Conte adalah seorang maestro.”
Napoli Bangkit Usai Kritik Pedas Conte
Menariknya, kesuksesan ini datang hanya enam pekan setelah Napoli kalah 0-2 dari Bologna di Serie A—laga yang memicu ledakan emosi Conte hingga ia melontarkan kritik keras kepada para pemainnya dan bahkan absen dari sesi latihan.
“Kita harus melakukan sesuatu. Saya tidak mau menemani orang mati,” kata Conte kala itu.
Kini, Napoli memasuki tahun 2026 dengan posisi ketiga Serie A, meski performa mereka di Liga Champions masih mengecewakan dengan berada di peringkat ke-23.
Mantan pelatih timnas Inggris, Fabio Capello, menilai kemenangan Supercoppa bisa menjadi titik balik penting.
“Krisis apa? Napoli punya pemain hebat dan pelatih pemenang. Kemenangan ini akan berdampak besar pada mentalitas mereka di liga.”
Pandangan Kami
Sindiran Antonio Conte ke Manchester United terasa lebih dari sekadar emosi sesaat. Ini adalah pesan keras tentang bagaimana lingkungan, kepercayaan, dan sistem bisa mengubah pemain yang dianggap “biasa saja” menjadi penentu gelar. McTominay dan Hojlund bukan tiba-tiba hebat—mereka hanya berada di tempat yang tepat.
Bagi Manchester United, kisah ini seharusnya menjadi cermin besar. Bukan soal kualitas individu semata, tetapi soal bagaimana klub membangun struktur yang memungkinkan pemain berkembang. Napoli dan Conte telah membuktikan satu hal: pelatih dengan visi jelas bisa mengubah nasib klub—dan karier pemain—dalam waktu singkat.

