
Gilabola.com – Juventus memasuki era baru setelah Damien Comolli menjabat sebagai CEO dan memaparkan pendekatan tegas dalam memilih pelatih, membangun budaya klub, serta penggunaan data untuk mendukung keputusan-keputusan penting.
Dia menjelaskan bahwa Luciano Spalletti dipilih karena kesediaannya menerima filosofi tersebut, sementara pengalaman di Turki membuatnya sadar akan pentingnya lingkungan kerja yang selaras dengan prinsip yang dia bawa. Selain itu, budaya ‘memenangkan segalanya; yang disebut para legenda Juve menjadi fondasi yang ingin kembali ia tegakkan.
Damien Comolli menjelaskan bahwa setiap pelatih biasanya memberi kesan positif pada pertemuan awal, namun seringkali berubah sikap ketika mulai memimpin latihan.
Dia mengatakan bahwa kini dia bahkan mencantumkan pernyataan-pernyataan awal itu dalam kontrak sebagai bentuk pengingat bagi para pelatih agar konsisten.
Dia memaparkan bahwa proses kerja di Juventus mengharuskan pelatih menerima penggunaan data sebagai landasan dalam memilih pemain, merancang skema bola mati, hingga mencegah cedera. Jika calon pelatih tidak menyetujui cara kerja tersebut, dia menegaskan bahwa pembicaraan dapat langsung dihentikan.
Comolli menilai bahwa pelatih yang bersedia menerima pendekatan analitis akan lebih mudah beradaptasi dengan struktur yang sudah dia bangun. Hal tersebut menjadi alasan mengapa Spalletti dianggap sesuai dengan kebutuhan Juventus saat ini.
Sebelum berlabuh di Turin, Comolli memiliki pengalaman panjang di klub besar seperti Arsenal, Tottenham, Liverpool, AS Monaco, Fenerbahce, hingga Toulouse. Dia merasa setiap klub membutuhkan dasar yang kuat untuk membangun kinerja jangka panjang.
Menurutnya, sekitar sepertiga waktunya digunakan untuk memikirkan budaya klub. Dia mengaku sempat meminta pandangan Blaise Matuidi dan David Trezeguet mengenai identitas Juventus, dan mereka menjawab bahwa inti klub tersebut adalah kemenangan.
Bagi Comolli, budaya klub harus dibangun dari bawah, bukan sekadar instruksi dari ruang direksi. Dia mengungkapkan bahwa ia meminta staf menentukan sendiri nilai-nilai yang akan membentuk kultur baru Juventus.
Peran Data, Pengalaman Lintas Negara, dan Alasan Tinggalkan Turki
Comolli menegaskan bahwa penggunaan data bukan sekadar tren, melainkan alat yang membantu menyelaraskan seluruh bagian klub. Dia mengatakan bahwa pengalaman di Toulouse mengajarkan pentingnya seseorang yang mampu menjadi jembatan antara model data dan bahasa pelatih.
Dia memaparkan bahwa Toulouse bahkan mengukur kondisi mental staf setiap hari untuk menilai motivasi, stres, atau rasa enggan bekerja. Temuan itu, menurutnya, sangat berguna untuk mengetahui apakah seseorang layak dipertahankan.
Comolli juga menceritakan bahwa pekerjaannya di berbagai negara membuatnya menyadari bahwa sebuah organisasi harus siap menerima budaya baru jika ingin dipimpin olehnya. Dia menilai bahwa jika sebuah klub hanya ingin mempertahankan kebiasaan lama, maka proses perubahan tidak akan berjalan.
Dia mencontohkan pengalamannya di Fenerbahce, yang dia anggap sudah tidak memungkinkan lagi untuk dibenahi. Dia menyebut bahwa politik internal terlalu kuat dan tidak memungkinkan perubahan kultur yang ingin ia terapkan.
Pengalaman tersebut membuatnya semakin yakin bahwa Juventus memberi ruang untuk menjalankan pendekatan yang dia yakini benar. Dia menyebut bahwa keselarasan visi menjadi syarat mutlak dalam memimpin sebuah organisasi sebesar Juve.
