Dari Bangku Cadangan ke Bintang Liverpool, Rahasia Frankfurt Ubah Ekitike Jadi Mesin Gol Rp1,4 Triliun!

Gilabola.com – Eintracht Frankfurt berhasil mengubah karier Hugo Ekitike yang sempat tersendat di Paris Saint-Germain menjadi kisah sukses besar — lewat kerja keras, kejujuran dalam evaluasi, dan lingkungan yang benar-benar mendukung perkembangan pemain muda.

Dari Bintang yang Meredup Jadi Mesin Gol Baru

Direktur olahraga Frankfurt, Timmo Hardung, tersenyum ketika membahas rahasia kesuksesan klubnya. “Penyerang selalu terlihat lebih bersinar,” ujarnya. Dalam enam tahun terakhir, Frankfurt meraup hampir £300 juta (sekitar Rp6,3 triliun) dari penjualan pemain depan.

Sejak era Luka Jovic ke Real Madrid dan Sebastien Haller ke West Ham pada 2019, deretan striker seperti Andre Silva (RB Leipzig), Randal Kolo Muani (PSG), Omar Marmoush (Manchester City), hingga Hugo Ekitike (Liverpool) menjadi bukti bagaimana klub ini mencetak emas dari lini depan.

Meski begitu, Hardung menegaskan bahwa bukan hanya penyerang yang berkembang di Frankfurt. Contohnya Willian Pacho, bek asal Ekuador yang direkrut dari Royal Antwerp seharga £12 juta (sekitar Rp253 miliar) pada Juli 2023 dan dijual ke PSG setahun kemudian hampir tiga kali lipatnya.

Namun, perhatian publik tetap tertuju pada Ekitike — striker muda Prancis berusia 23 tahun yang kini menjadi andalan Liverpool dan akan kembali ke Deutsche Bank Park dalam laga Liga Champions, Rabu ini.

Awal yang Sulit dan Keberanian Frankfurt Melihat Potensi

Ekitike datang ke Frankfurt pada paruh kedua musim 2023/24 dengan status pinjaman setelah kesulitan mendapat menit bermain di PSG. Frankfurt kemudian menjadikannya permanen, dan hasilnya luar biasa: 15 gol dan 8 assist di Bundesliga, menjadikannya pemain dengan kontribusi gol keempat terbanyak di Eropa untuk usia di bawah 23 tahun.

Hardung menjelaskan, “Kami melihat potensinya. Dia pemain muda yang sempat kesulitan, tapi kami tahu gaya main kami cocok untuknya.”

Frankfurt memberi Ekitike kejelasan: bagaimana dia akan berkembang, area mana yang perlu ditingkatkan, dan bagaimana kekuatannya bisa membantu tim menang.

Dalam satu musim penuh di Jerman, Ekitike bermain dua kali lebih banyak dibanding musim-musim sebelumnya. Ia mencetak lebih banyak gol meski masih di bawah angka expected goals (xG) sebesar 6,6 gol, dengan rasio konversi tembakan 12,8%.

Namun, kontribusinya lebih luas — menciptakan lebih banyak peluang, melepaskan tembakan lebih banyak, dan menjadi salah satu penyerang paling berbahaya dalam serangan balik. Ia juga menempati posisi kelima di Bundesliga untuk jumlah dribel terbanyak.

“Itu hasil kerja keras dari kami, tapi juga dari dirinya,” kata Hardung. “Dia mendengarkan umpan balik yang keras, bekerja dengan disiplin, dan terus berkembang setiap hari.”

Pendekatan Ilmiah dan Detail yang Membentuk Bintang

Frankfurt kini dikenal dengan investasi besar mereka dalam “tim di balik tim” — mulai dari analis video, pelatih performa dan atletik, psikolog, ahli gizi, hingga pakar lain yang bekerja secara individual dengan pemain.

Hardung menjelaskan bahwa peningkatan performa pemain muda seperti Ekitike memerlukan perhatian pada detail kecil. “Kami melihat posisi mana di kotak penalti yang paling menguntungkan, jenis tembakan yang cocok dengannya, hingga ruang mana yang sebaiknya dia eksploitasi.”

Bundesliga dikenal dengan intensitas tinggi, banyak lari dan sprint. Jadi Frankfurt memastikan Ekitike sanggup mengikuti ritme tanpa cepat lelah.

“Dia harus bekerja keras agar bisa tetap segar sampai menit ke-90 dan mencetak gol kemenangan di akhir pertandingan,” ujar Hardung.

Tidak Sekadar Jual Pemain, Tapi Bangun Tim Kompetitif

Meski banyak menghasilkan pemain yang dijual dengan nilai besar, Hardung menegaskan tujuan Frankfurt bukanlah menjadi klub penjual. “Kami klub besar dan ambisius. Tujuan utama kami adalah punya tim yang kompetitif,” katanya.

Dengan kemampuan finansial terbatas dibanding klub elite Eropa, Frankfurt memilih fokus pada pengembangan pemain sebagai strategi untuk tetap bersaing.

Metode itu terbukti sukses. Mereka menjuarai Liga Europa pada 2022, lalu finis di posisi ketiga Bundesliga musim lalu — rekor tertinggi klub — dengan skuad termuda di liga.

Setiap kali satu bintang pergi, Frankfurt sudah siap dengan penggantinya. Contohnya, setelah Ekitike dilepas ke Liverpool, mereka langsung mendatangkan Jonathan Burkardt dari Mainz seharga £18 juta (sekitar Rp380 miliar). Striker berusia 25 tahun itu langsung tancap gas dengan empat gol di enam laga Bundesliga dan tiga gol di dua laga Liga Champions.

Perekrutan yang Digerakkan Data

Sistem perekrutan Frankfurt sangat terstruktur. Begitu bursa transfer ditutup, mereka langsung bersiap untuk berikutnya.

“Langkah pertama kami selalu menanyakan: apa yang benar-benar kami butuhkan?” ujar Hardung.

Prosesnya dimulai dengan data — menganalisis seluruh dunia sepak bola menggunakan algoritma yang memantau indikator performa utama. Setelah itu, tim scouting mempersempit daftar lewat pengamatan video dan analisis teknis, sebelum akhirnya melakukan pemantauan langsung di lapangan.

“Langkah terakhir adalah menonton pemain secara langsung sebelum membuat keputusan akhir,” jelas Hardung.

Reputasi Frankfurt dalam mengembangkan pemain menjadi senjata mereka saat merekrut talenta baru. “Ketika kami bicara dengan pemain dan agen, kami bisa menunjukkan bukti nyata bahwa filosofi kami berhasil,” tambahnya.

Budaya yang Rendah Hati, Ambisi yang Tinggi

Hardung menutup dengan kalimat yang menggambarkan semangat Frankfurt: “Kami tahu posisi kami, tahu dari mana kami berasal, dan tahu kekuatan kami.”

Klub ini terus berusaha menjadi lebih baik setiap hari, dan jika budaya itu tertanam di seluruh tim, Frankfurt akan selalu menjadi lawan yang sulit bagi siapa pun — termasuk Liverpool.

IKLAN