Gilabola.com – Musim Arsenal resmi tanpa trofi lagi. Kali ini, kegagalan datang dari panggung terbesar Eropa. Mikel Arteta dan anak asuhnya harus mengubur mimpi final Liga Champions setelah disingkirkan Paris Saint-Germain dengan skor agregat 3-1.
Kekalahan 2-1 di leg kedua di Parc des Princes mempertegas bahwa masalah lama Arsenal kembali menghantui mereka pada malam paling menentukan musim ini.
Arteta membawa timnya ke Paris hanya dengan defisit satu gol dari leg pertama di Emirates. Sebuah keuntungan yang seharusnya cukup membuka jalan menuju final impian di Munich melawan Inter Milan.
Tapi peluang itu menguap, sebagian besar karena keputusan taktis yang dipertanyakan—dan kegagalan lama mereka: tidak punya striker nomor 9 murni.
Awal Menjanjikan yang Kembali Gagal Dimaksimalkan
Arsenal memulai laga dengan intensitas tinggi. Declan Rice hampir membawa timnya unggul lebih dulu lewat sundulan dari jarak enam yard, namun melenceng. Tak lama kemudian, Martin Ødegaard memaksa Gianluigi Donnarumma melakukan penyelamatan luar biasa atas tendangan jarak jauhnya.
Tapi semua tekanan itu tidak menghasilkan gol, dan PSG mulai bangkit. Khvicha Kvaratskhelia nyaris mencetak gol lewat tembakan melengkung yang membentur tiang. Rice sempat menyelamatkan tim dari kebobolan saat memblok tembakan Bradley Barcola.
Namun Arsenal akhirnya kebobolan juga. Fabian Ruiz mencetak gol pembuka dengan tembakan keras dari tepi kotak penalti. Bola sempat mengenai William Saliba dan mengecoh David Raya. Sebuah gol yang terasa berat mengingat Arsenal sempat tampil dominan.
Penalti Gagal dan Gol Hakimi Memupus Harapan
Menjelang akhir babak kedua, pertandingan berubah menjadi kacau. PSG mendapatkan penalti usai tangan Myles Lewis-Skelly dianggap menyentuh bola—meskipun keputusan itu kontroversial. Untungnya, Vitinha gagal mengeksekusi penalti, diselamatkan dengan baik oleh Raya.
Namun hanya tiga menit setelahnya, Achraf Hakimi menghancurkan harapan Arsenal. Bola lepas dari kaki Partey dimanfaatkan bek kanan PSG itu untuk mencetak gol kedua malam itu, dan membuat agregat menjadi 3-0.
Bukayo Saka sempat memberi harapan tipis dengan golnya di menit ke-76. Tapi peluang emas berikutnya justru dibuang percuma. Berdiri bebas di depan gawang kosong, Saka malah menendang bola jauh di atas mistar. Momen itu menutup peluang Arsenal untuk membalikkan keadaan.
Masalah Lama Arsenal: Tak Punya Penyerang Tajam
Arsenal melepaskan 19 tembakan sepanjang pertandingan, tetapi hanya satu yang berbuah gol. Sebuah catatan yang menegaskan kekurangan utama mereka: minimnya penyelesaian akhir. Sejak awal musim, Arsenal kerap mendominasi permainan tapi gagal mengonversinya menjadi gol.
Tanpa striker nomor 9 murni, mereka tersingkir dari Piala FA melawan Manchester United yang bermain dengan 10 orang selama satu jam. Mereka juga gagal mencetak gol dalam 120 menit melawan Newcastle di semifinal Carabao Cup. Kini, di Eropa pun, masalah itu terbukti fatal.
Mikel Arteta menghadapi tekanan besar untuk membuktikan bahwa timnya bukan hanya indah bermain, tapi juga bisa menang. Tanpa gelar musim ini, pertanyaan tentang pendekatannya akan terus bermunculan.
Bagi banyak pihak, ini bukan kejutan. Jika Arsenal serius ingin bersaing musim depan, mereka harus segera mendatangkan striker haus gol—seperti Viktor Gyökeres, Victor Osimhen, atau bahkan Liam Delap. Tanpa itu, sejarah akan kembali berulang.