Gilabola.com – Penantian panjang Paris Saint-Germain untuk mengangkat trofi Liga Champions akhirnya berakhir, dan mereka melakukannya dengan cara yang luar biasa. PSG membantai Inter Milan dengan skor telak 5-0 di Allianz Arena Munich, dan menjadi klub Ligue 1 kedua dalam sejarah yang berhasil menjuarai kompetisi paling bergengsi di Eropa.
Tim asuhan Luis Enrique tampil dominan dalam setiap aspek permainan, menjadikan laga ini sebagai salah satu final paling satu sisi dalam sejarah Liga Champions.
1. PSG Selalu Mulai dengan Ledakan
PSG tampaknya telah menjadikan “start cepat” sebagai kebiasaan dalam fase gugur Liga Champions musim ini, dan mereka kembali menunjukkannya di final. Sejak menit-menit awal, jelas bahwa para pemain Les Parisiens tampil jauh lebih siap dan penuh energi dibandingkan lawan mereka yang terlihat kehabisan tenaga.
PSG langsung menguasai bola dan menekan Inter tanpa henti. Hasilnya terlihat cepat: hanya butuh 12 menit bagi mereka untuk mencetak gol pembuka lewat kerja sama apik Vitinha dan Désiré Doué yang diakhiri dengan penyelesaian mudah dari Achraf Hakimi.
Menariknya, ini bukan pertama kalinya PSG mencetak gol awal. Ousmane Dembele mencetak gol pada menit ke-12 di Anfield, Hakimi juga membuka skor lebih cepat saat melawan Aston Villa di leg kedua perempat final, dan Dembele kembali mencetak gol pada menit ke-4 saat melawan Arsenal di semifinal. Kebiasaan mencetak gol cepat menjadi senjata utama PSG musim ini.
2. Désiré Doué Cetak Sejarah Baru
Pertanyaan besar sebelum final adalah siapa yang akan mengisi posisi sayap kanan: Désiré Doué atau Bradley Barcola? Luis Enrique akhirnya memilih Doué—produk akademi Rennes—dan keputusannya terbukti sangat tepat.
Doué tampil brilian sepanjang pertandingan. Ia cerdas menempatkan diri saat menerima umpan terobosan dari Vitinha, lalu dengan tenang memberikan assist kepada Hakimi untuk gol pertama. Beberapa menit kemudian, ia mencetak gol keduanya lewat tendangan setengah voli yang mengenai Federico Dimarco dan mengecoh Yann Sommer.
Di babak kedua, Doué kembali mencetak gol untuk mengunci kemenangan PSG. Ia kini menjadi pemain Prancis ke-10 yang mencetak gol di final Liga Champions, dan yang termuda dalam sejarah yang mampu mencetak gol dan assist dalam laga final. Sebuah malam bersejarah bagi remaja berusia 19 tahun ini.
Seperti yang dikatakan mantan pelatihnya di Rennes, Julien Stéphan: hanya yang Ilahi yang tahu sejauh apa bakat Doué bisa berkembang. Tapi satu hal yang pasti: ia kini sudah masuk dalam buku sejarah.
3. Kemenangan Kolektif yang Sempurna
Jika kemenangan ini terasa seperti pertunjukan individu, sebenarnya justru sebaliknya—ini adalah performa kolektif yang sempurna. Setiap pemain PSG tampil maksimal di panggung terbesar. Gianluigi Donnarumma tampil tenang dan melakukan penyelamatan penting atas Marcus Thuram. Marquinhos dan Willian Pacho sukses mematikan pergerakan Lautaro Martinez dan Thuram.
Di lini tengah, trio Vitinha, Joao Neves, dan Fabian Ruiz mengendalikan ritme permainan dengan kombinasi umpan tajam, stamina, dan kecerdasan taktik. Meskipun sempat gagal dalam beberapa percobaan, Khvicha Kvaratskhelia terus berusaha hingga akhirnya mencetak gol keempat PSG.
Bahkan para pemain pengganti ikut meramaikan pesta. Senny Mayulu, pemain akademi berusia 19 tahun, mencetak gol kelima dengan tembakan keras ke pojok atas gawang Sommer, memastikan PSG mencatatkan kemenangan terbesar dalam sejarah final Liga Champions.
Kemenangan ini bukan sekadar gelar pertama untuk PSG, tapi juga pernyataan tegas: mereka kini sudah resmi masuk dalam jajaran elite Eropa.