
Gilabola.com – Ini adalah kisah tim underdog yang luar biasa, Curaçao—pulau mungil seluas sekitar 444 kilometer persegi (lebih kecil dari DKI Jakarta yang 660 kilometer persegi), baru berstatus negara sejak 2010 dan jumlah penduduknya hanya 155 ribu jiwa—tengah berada hanya dua laga lagi dari sejarah: lolos ke Piala Dunia pertama mereka!
Di bawah asuhan Dick Advocaat, mantan pelatih Premier League dengan hampir 60 tahun pengalaman di sepak bola, tim yang sebagian besar dihuni pemain kelahiran Belanda ini akan menghadapi Bermuda dan Jamaika dalam pekan terbesar sepanjang sejarah negara tersebut.
Dengan talenta utama seperti Tahith Chong dan duet kakak-beradik Bacuna, serta semangat nasional yang sedang memuncak, Curaçao kini semakin dekat mencatat salah satu kisah paling ajaib dalam perjalanan menuju Piala Dunia.
Curacao tampil seperti tim yang sadar selisih gol dapat menjadi penentu. Menghadapi Bermuda yang sudah tersingkir, mereka melancarkan 27 tembakan dan mencetak gol lewat enam pemain berbeda. Gol pembuka dari titik putih pada menit keenam menjadi awal dari performa tanpa ampun, sebelum Roshon van Eijma menutup pesta gol di waktu tambahan. Curacao belum tersentuh kekalahan di grup ini.
Dengan 11 poin, mereka hanya unggul satu angka dari Jamaica yang tertahan di angka 10. Duel di Kingston akan menentukan segalanya. Curacao sebelumnya menang 2–0 pada pertemuan pertama, sehingga Jamaica wajib menang untuk mengambil alih posisi puncak dan kembali ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1998.
Asal Usul Negara Curacao
Curaçao adalah sebuah pulau di Laut Karibia, terletak sekitar 59.545 meter di utara Venezuela. Walau secara geografis dekat dengan Amerika Selatan, mereka berkompetisi di zona CONCACAF untuk kualifikasi Piala Dunia.
Sebagai bagian dari monarki konstitusional, Raja Belanda Willem-Alexander menjadi kepala negara bagi Curaçao. Sebelum menjadi negara sendiri pada 2010, wilayah ini merupakan bagian dari Antillen Belanda.
Curaçao dikenal luas lewat produk minuman kerasnya, terutama Blue Curaçao, likur berbahan jeruk khas yang mewarnai banyak koktail populer dunia. Minuman seperti Blue Lagoon—campuran Blue Curaçao, vodka, dan limun—telah menjadi simbol budaya pulau tersebut.
Di sisi kuliner, hidangan paling terkenal adalah Keshi Yena, keju yang diisi daging berbumbu dan sayuran, lalu dipanggang hingga lumer. Selain makanan dan minuman khas, Curaçao memukau dengan pantai berpasir putih, air laut berwarna toska, dan bangunan berwarna-warni yang menjadikannya permata tersembunyi di Karibia.
Sosok Pelatih Timnas Curacao: Dick Advocaat
Tim nasional Curaçao dipimpin oleh pelatih kawakan Dick Advocaat, yang memiliki pengalaman hampir empat dekade dalam dunia kepelatihan dan pernah menangani klub besar seperti Sunderland dan Rangers. Curaçao adalah tim ke-22 yang ia latih. Dengan masa bermain yang dimulai tahun 1966 dan karier kepelatihan yang panjang, kehadiran Advocaat membawa perubahan besar.
Gelandang internasional Curaçao, Juninho Bacuna, memuji pengaruh sang pelatih dalam wawancara bersama BBC Radio 5 Live. Ia menegaskan bahwa reputasi dan cara kerja Advocaat memberikan dampak besar pada tim. Jika Curaçao lolos dan Advocaat memimpin mereka di Piala Dunia 2026, ia akan menjadi pelatih tertua yang tampil di turnamen tersebut—mengalahkan rekor Otto Rehhagel dari 2010 dengan selisih tujuh tahun.
Bintang Utama Tim
Dari 29 pemain yang sudah tampil di enam laga kualifikasi, hanya dua yang lahir di Curaçao: Rayvien Rosario dan Tahith Chong. Sisanya, 27 pemain, lahir di Belanda, termasuk Chong—eks penyerang sayap Manchester United.
Setelah lama membela Belanda dari level U-15 hingga U-21, Chong memutuskan membela negara kelahirannya. Ia dipanggil pertama kali pada September dan langsung memberi dampak besar: debut sebagai pemain pengganti saat imbang tanpa gol lawan Trinidad & Tobago, lalu mencetak dua gol dalam kemenangan 3-2 atas Bermuda. Perannya diprediksi krusial untuk misi bersejarah Curaçao.
Dua Bersaudara Bacuna
Selain Chong, dua pemain yang menjadi simbol semangat tim adalah Leandro Bacuna dan sang adik, Juninho Bacuna. Juninho mengungkapkan bahwa membela Curaçao sejak usia 21 merupakan keputusan besar, salah satunya karena ia ingin mewujudkan mimpi masa kecil bermain satu tim bersama saudara kandungnya. Bila mereka tampil bersama di Piala Dunia, itu akan menjadi salah satu kisah paling menyentuh dalam turnamen tersebut.
