Norwegia Era Haaland: Kuda Hitam Paling Berbahaya Menuju Piala Dunia 2026

Gilabola.com – Beberapa bulan lalu, Erling Haaland bercanda kepada Time Magazine: peluang Norwegia juara Piala Dunia 2026 hanya 0,5 persen. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Negeri Skandinavia itu baru saja menutup penantian 28 tahun dengan cara paling berisik: dua kemenangan 4-1, masing-masing atas Estonia dan Italia, membuat mereka resmi terbang ke Amerika Utara.

Dan kemenangan di San Siro—ikon sepak bola Italia—menjadi semacam deklarasi resmi bahwa Norwegia bukan lagi tim pelengkap. Sempat tertinggal oleh gol Francesco Pio Esposito, Norwegia bangkit di babak kedua dan memukul Italia habis-habisan lewat permainan agresif yang memabukkan. Antonio Nusa, Jorgen Strand Larsen, dan dua gol Haaland menjadi saksi bagaimana Azzurri benar-benar dipaksa menyerah.

Italia mungkin tak semenakutkan dulu, tetapi tetap diisi pemain kelas wahid seperti Gianluigi Donnarumma, Nicolo Barella, hingga Alessandro Bastoni. Dan tetap saja, Norwegia menang telak tiga gol—prestasi yang baru pernah dilakukan Swedia pada 1983.

Haaland tampaknya perlu merevisi persentase itu. Norwegia sedang menuju Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko bukan sekadar untuk datang—tetapi untuk menguji batas mereka sendiri.

1. Haaland: Mesin Gol yang Tidak Mengenal Rem

Jika ada satu hal yang membuat Norwegia berani bermimpi besar, itu adalah Erling Haaland.

Selama kualifikasi, Norwegia mencetak 37 gol, dan Haaland menyumbang 16—menyamai rekor Robert Lewandowski.

Musim ini saja, sang striker Manchester City telah mencetak 32 gol. Dua gol ke Italia membuatnya menembus 55 gol dari 48 pertandingan untuk timnas—angka yang terasa tidak manusiawi.

Ia mencetak gol dalam 9 laga beruntun bersama Norwegia. Di Premier League? Hampir sama menakutkannya.

Yang membuat Haaland lebih berbahaya adalah ekosistem pendukungnya:

  • Alexander Sorloth yang menjadi tembok pemantul bola,
  • Strand Larsen yang mengacak-acak pertahanan sebagai pelapis.

Pertahanan Italia merasakannya langsung: Haaland tak hanya butuh satu peluang untuk mengubah pertandingan, ia hanya butuh sekejap.

2. Martin Odegaard: Arsitek yang Masih Ditunggu

Yang membuat perjalanan ini semakin menarik adalah kenyataan bahwa Norwegia lolos tanpa kapten mereka, Martin Odegaard.

Cedera lutut membuat bintang Arsenal itu menepi di tiga laga terakhir. Tapi meski cedera, ia tetap datang ke kamp, ikut merayakan, ikut memberi energi positif.

“Selalu ada aura ketika Martin hadir,” kata pelatih Stale Solbakken.

Rekan setimnya, Morten Thorsby, punya pandangan serupa: Odegaard memberi rasa aman, meski hanya berdiri di pinggir lapangan.

Dengan 7 assist, ia menjadi kreator terbaik di seluruh kualifikasi Eropa.
Ia bukan sekadar pelayan Haaland—ia adalah kompas Norwegia.

Saat ia kembali, Norwegia tidak hanya punya kekuatan ekstra, tetapi juga ketenangan dalam menghadapi laga ketat.

3. Era Baru Dimulai: Nusa & Bobb

Norwegia bukan hanya Haaland dan Odegaard. Mereka memiliki generasi yang datang dengan kepercayaan diri yang berbeda.

Antonio Nusa – Sang Penerobos

Bersinar bersama RB Leipzig, ia mengoleksi 16 kontribusi gol dalam 20 pertandingan timnas. Kecepatan, keberanian, dan dribel eksplosifnya membuat pertahanan lawan hidup dalam mimpi buruk.

Oscar Bobb – Sang Pengatur Tempo

Lebih taktis, lebih teknis. Pemain Manchester City ini bergerak di ruang antar lini dan memberi ritme berbeda bagi serangan.

Keduanya menawarkan dua sisi yang saling melengkapi:

  • Nusa: ledakan
  • Bobb: kecerdasan

Belum lagi Andreas Schjelderup, talenta serbabisa yang menunggu kesempatan meledak.

4. Sander Berge: Motor Diam-diam Paling Penting

Jika Haaland adalah dentuman, maka Sander Berge adalah nadi yang menjaga Norwegia tetap berdetak.

Gelandang Fulham itu jadi salah satu pemain paling konsisten sepanjang kualifikasi:

  • memutus serangan,
  • membawa bola,
  • menggantikan peran Odegaard dalam menggerakkan tim.

Solbakken tidak ragu menyebut Berge telah mengambil “lompatan besar” dalam permainannya.

Ketika Berge dipasangkan dengan Odegaard dan Patrick Berg, Norwegia menemukan keseimbangan ideal antara fisik dan kreativitas.

5. Tembok yang Sulit Ditembus

Kekuatan Norwegia tak hanya pada serangan. Pertahanan mereka sama mengesankannya.

Duet Kristoffer Ajer (Brentford) dan Torbjorn Heggem (Bologna) semakin padu sebagai bek tengah yang modern: kuat, tenang, dan nyaman memulai serangan.

Di kedua sisi ada dua bek penuh energi:

  • David Moller Wolfe
  • Julian Ryerson (Borussia Dortmund)

Sementara di bawah mistar, Orjan Nyland (Sevilla) hanya kebobolan 5 gol dari 8 pertandingan, dengan refleks mengagumkan untuk pemain bertinggi 193 cm.

Bukan hanya solid—mereka hampir steril dari kesalahan.

6. Stale Solbakken: Arsitek yang Mengubah Wajah Norwegia

Pujian terbesar datang dari pelatih Israel, Ran Ben-Shimon, setelah kalah 0-5:
“Norwegia salah satu dari dua tim terbaik di Eropa bersama Spanyol.”

Solbakken merendah, tapi hasil tak berbohong. Ia merombak Norwegia dengan:

  • struktur pertahanan zonal yang lebih disiplin,
  • serangan balik yang lebih efisien,
  • penguasaan bola yang lebih sabar,
  • atmosfer skuad yang lebih kompak.

Norwegia bukan lagi tim yang mudah ditembus. Mereka kini tim yang mengundang tekanan untuk menghancurkan balik.

Lingkungan Piala Dunia 2026 akan berat: jarak tempuh, suhu panas, tekanan besar.
Namun jika Norwegia melewati fase grup tanpa goyah, mereka akan menjadi tim yang tak ingin dihadapi siapa pun.

Dan Haaland? Ia punya hak penuh untuk mulai bermimpi.

SebelumnyaSesko Mandek di Manchester United: Shearer dan Pelatih Slovenia Kompak Kritik Setan Merah
SelanjutnyaChristian Pulisic Ultimatum AC Milan: Tanpa Liga Champions, Tak Ada Kontrak Baru!