Bangkit dari Krisis! Barcelona Ubah Utang Triliunan Jadi Berkah Tak Terduga!

Gilabola.com – Barcelona melaporkan kerugian sebelum pajak sebesar Rp140 miliar pada musim 2024/2025, angka yang jauh lebih baik dibanding defisit Rp3,57 triliun di tahun sebelumnya, menurut laporan Swiss Ramble.

Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan besar pada exceptional items dari Rp3,94 triliun menjadi hanya Rp175 miliar, yang berkaitan dengan pergerakan “tuas ekonomi” (economic levers) yang sebelumnya digunakan klub untuk mendongkrak pendapatan dengan mengorbankan pemasukan masa depan.

Sejauh ini, Barcelona telah mengumpulkan sekitar Rp14,6 triliun dari skema ini — terdiri dari hak siar Rp11,4 triliun, proyek Barça Vision Rp1,9 triliun, dan lisensi kursi pribadi Rp1,2 triliun.

Jika melihat periode lima musim antara 2019/2020 hingga 2023/2024, klub mencatat total kerugian Rp5,1 triliun. Namun, tanpa keuntungan dari levers senilai Rp14,4 triliun, kerugian mendasar klub sebenarnya mencapai sekitar Rp18,9 triliun.

Pendapatan Klub Meningkat di Tengah Masa Sulit

Meski begitu, kabar baiknya adalah Barcelona membukukan laba dua musim terakhir secara beruntun, yakni Rp351 miliar di 2023/2024 dan Rp35 miliar di 2024/2025.

Pendapatan operasional klub naik Rp2,63 triliun (20%) dari Rp13,4 triliun menjadi Rp16 triliun, peningkatan yang luar biasa mengingat mereka masih bermain di Stadion Olimpiade, bukan Camp Nou. Namun, kenaikan itu sedikit teredam oleh penurunan penjualan pemain dari Rp1,4 triliun menjadi hanya Rp210 miliar.

Pendorong utama peningkatan pendapatan adalah sektor pemasaran dan iklan, yang melonjak Rp3,14 triliun (47%) dari Rp6,6 triliun menjadi Rp9,7 triliun, berkat lonjakan sponsor dan rekor penjualan merchandise.

Meski begitu, angka tersebut kemudian dikoreksi menjadi Rp8,5 triliun setelah lisensi kursi pribadi senilai Rp1,2 triliun digolongkan sebagai exceptional item. Pendapatan kompetisi juga naik Rp579 miliar (38%) dari Rp1,5 triliun menjadi Rp2 triliun, sementara hasil dari tiket musiman dan kartu anggota meningkat tipis menjadi Rp553 miliar. Pendapatan hak siar juga tumbuh Rp140 miliar (3%) menjadi Rp4,4 triliun.

Sukses di Liga Champions dan Pendapatan Eropa

Menurut model Swiss Ramble, Barcelona meraih Rp2,07 triliun dari hak siar Liga Champions setelah mencapai babak semifinal sebelum disingkirkan Inter Milan. Jumlah ini tertinggi di Spanyol, mengungguli Real Madrid (Rp1,84 triliun) dan jauh di atas Atlético Madrid (Rp1,52 triliun) serta Girona (Rp577 miliar).

Dalam lima tahun terakhir, total pendapatan Barca dari kompetisi Eropa mencapai Rp7,8 triliun, meski masih tertinggal dari Real Madrid yang mengantongi Rp10,6 triliun.

Pendapatan Eropa Barcelona sempat anjlok dari puncaknya Rp2,07 triliun pada musim 2017/2018 menjadi hanya Rp1,24 triliun pada dua musim beruntun 2021/2022 dan 2022/2023 ketika gagal lolos dari fase grup.

Karena itu, peningkatan belakangan ini menjadi sinyal positif. Namun, kepindahan ke Stadion Olimpiade membuat rata-rata kehadiran penonton mereka hanya peringkat kelima di La Liga, jauh di bawah Real Madrid (72.692 penonton) dan Atlético Madrid (60.883 penonton), bahkan tertinggal dari Real Betis dan Athletic Bilbao.

Penghematan Gaji dan Aktivitas Transfer yang Minim

Meski sempat memangkas besar biaya gaji pemain pada musim 2023/2024, pengeluaran untuk upah kembali naik Rp545 miliar (7%) menjadi Rp8,13 triliun musim lalu. Kebijakan hemat Barcelona juga terlihat di bursa transfer musim panas, di mana mereka nyaris tak mengeluarkan biaya besar — hanya mendatangkan Roony Bardghji dari FC Copenhagen seharga Rp43 miliar, sementara Marcus Rashford direkrut dengan status pinjaman dari Manchester United.

Utang Meningkat Tajam Tapi Masih Ada Harapan

Namun, masalah terbesar yang masih menghantui Barcelona adalah utang finansial yang meningkat Rp4,6 triliun musim lalu, dari Rp20,7 triliun menjadi Rp25,3 triliun. Rinciannya meliputi utang proyek Espai Barça Rp15,5 triliun, obligasi Rp9,2 triliun, kewajiban jangka pendek Rp278 miliar, dan pinjaman bank Rp210 miliar.

Sebagai perbandingan, pada 2018 total utang klub hanya sekitar Rp1,19 triliun, menjadikan mereka kini sebagai klub dengan beban utang terbesar di Eropa.

Meski begitu, laporan keuangan kali ini tetap membawa harapan. Barcelona berhasil kembali mencatatkan laba (tanpa memperhitungkan item luar biasa) dan secara signifikan meningkatkan pendapatan, walau masih belum bermain di Camp Nou. Pertumbuhan sponsor dan penjualan merchandise yang spektakuler menjadi faktor kunci, dan pemasukan hari pertandingan diprediksi melonjak saat stadion baru rampung.

Pembangunan Camp Nou menjadi proyek utama masa depan klub — peluang besar sekaligus risiko berat. Di satu sisi, stadion baru akan menghasilkan tambahan pendapatan signifikan, tapi di sisi lain, utang besar untuk membiayainya bisa menjadi beban panjang.

Dari Krisis ke Kebangkitan: Generasi Baru Barcelona

Dalam beberapa tahun terakhir, Barcelona mengandalkan berbagai “tuas ekonomi” untuk bertahan, menukar pendapatan masa depan demi solusi jangka pendek. Namun, dengan perbaikan kinerja keuangan, diharapkan strategi ini berakhir.

Uniknya, krisis finansial justru memaksa klub kembali ke akar — memunculkan generasi muda berbakat yang membawa Barcelona meraih double musim lalu, dan membuka harapan baru untuk masa depan yang lebih sehat.