Real Madrid Kena Reality Check di Anfield, Huijsen dan Bintang Muda Masih Belajar

Gilabola.com – Real Madrid kembali menghadapi ujian berat setelah tumbang 0-1 dari Liverpool, dan nama Dean Huijsen langsung mencuri perhatian sebagai pusat evaluasi.

Bukan karena penampilan gemilang seperti di laga-laga sebelumnya, melainkan karena proses “belajar di tempat kerja” yang kini benar-benar terasa bagi bek muda berusia 20 tahun tersebut.

Dean Huijsen Masih dalam Tahap Pembentukan

Performa Huijsen di Piala Dunia Antarklub sempat melambungkan reputasinya. Namun, adaptasi ke level tertinggi sepak bola—terutama di Real Madrid—membawa realita yang lebih keras.

Menghadapi lawan elite seperti Liverpool memperlihatkan celah dalam permainannya: kecepatan recovery saat transisi, duels udara yang kalah timing dan fisik, serta keputusan dalam penguasaan bola yang tak setenang biasanya.

Ini bukan kegagalan, melainkan bagian dari perjalanan kariernya. Pada usia 20 tahun, fase ini bisa dibilang wajar. Xabi Alonso, sama seperti pada proses pengembangan Arda Guler dan Franco Mastantuono, memilih berinvestasi pada perkembangan jangka panjang ketimbang memaksa kesempurnaan instan.

Nama-nama besar seperti Sergio Ramos, Marcelo, hingga Vinicius juga melewati masa-masa serupa sebelum mencapai level mereka sekarang.

Courtois Selalu Spesial Lawan Liverpool

Jika Madrid terhindar dari kekalahan yang lebih telak, Thibaut Courtois adalah alasannya. Seperti di final Liga Champions lalu, kiper asal Belgia itu kembali tampil luar biasa melawan Liverpool—membukukan delapan penyelamatan, empat di antaranya dari jarak dekat dalam kotak penalti. Tanpa performa ini, skor 3-0 atau bahkan 4-0 bukan hal mustahil.

Lagi-lagi, Courtois membuktikan dirinya sebagai tembok kokoh setiap kali bertemu tim-tim Premier League, terutama Liverpool.

Masih Sulit Melawan Tim Elite

Proyek Xabi Alonso masih berada di fase pembangunan, dan hasil di laga ini menegaskan pertanyaan yang belum terjawab. Ketika bermain di markas lawan yang penuh tekanan, Madrid kesulitan melepaskan diri dari tekanan Liverpool dan membangun permainan. Tidak ada outlet untuk memberi napas pada tim.

Jika skor akhir menjadi 3-0 atau 4-0—yang sangat mungkin terjadi—kemenangan El Clasico sebelumnya bisa dianggap hanya pengecualian, terlebih Barcelona saat itu berada dalam kondisi cedera dan kelelahan.

Untuk benar-benar kembali dominan di Eropa, skuad muda ini harus konsisten menunjukkan mentalitas “punya sesuatu untuk dibuktikan” di setiap pertandingan besar.