Kepanikan di tribun menambah situasi buruk dari kericuhan yang disebabkan masuknya para suporter ke lapangan dengan polisi menyemprotkan gas air mata selama keributan tersebut.
Menurut regulasi FIFA, ternyata penggunaan gas air mata di dalam stadion ke pada massa adalah tindakan yang dilarang karena tentu saja hal itu hanya akan menyebabkan kepanikan yang berbahaya karena dilakukan di dalam ruang, bukan di ruang terbuka.
Diatur dalam regulasi FIFA yang tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 poin b disebutkan, “Senjata api atau ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan.”
Sementara itu, seperti diberitakan di berbagai media, keributan di Stadion Kanjuruhan terjadi pasca banyak suporter tuan rumah yang kecewa dengan kekalahan kandang Arema FC dari musuh bebuyutan mereka Persebaya Surabaya, dengan laga berakhir dengan skor 2-3 bagi kemenangan tim tamu.
Para Aremania yang kecewa kemudian memaksa masuk ke dalam stadion hingga menimbulkan kericuhan. Para aparat kepolisian yang bertindak sebagai penjaga keamanan kemudian terpaksa menyemprotkan gas air mata kepada kerumunanan fans, yang kabarnya juga sampai pada tribun-tribun penonton.
Akibatnya, tidak hanya menimbulkan kepanikan di dalam lapangan tapi juga dari tribun penonton yang membuat banyak orang keluar berdesak-desakan menuju pintu keluar stadion yang bisa membuat orang terinjak-injak karena berebut keluar.
Pada akhirnya, sejumlah laporan mengklaim bahwa kerusuhan di Kanjuruhan Malang sudah menelan korban jiwa mencapai 127 korban jiwa, ada yang menyebutkan 129 korban jiwa, dan bahkan ada juga yang menyebutkan 140 korban jiwa. Bagaimanapun, tidak ada sepak bola yang seharga dengan nyawa seseorang dan tragedi ini harus menjadi pelajaran berharga bagi sepak bola Indonesia di masa mendatang untuk sepak bola yang lebih baik.
Yuk join Channel Whatsapp Gilabola.com untuk mendapatkan informasi bola terkini! Klik di sini untuk bergabung!