Gila Bola – Musim lalu, di Liga Inggris kita melihat begitu banyak pemecatan manajer atau pelatih klub dibandingkan sebelumnya. Namun di musim ini, semuanya tampak berbeda, kenapa bisa begitu?
Scott Parker, Thomas Tuchel, Graham Potter, Bruno Lage, Steven Gerrard, Ralph Hasenhuttl, Frank Lampard, Jesse Marsch, Nathan Jones, Patrick Vieira, Antonio Conte, Brendan Rodgers, Graham Potter (lagi), dan Javi Gracia semua pergi atau kehilangan pekerjaan mereka musim lalu. Dan itu belum termasuk manajer interim, Cristian Stellini.
Liga Inggris telah terbiasa dengan beberapa kepergian manajer setiap musim, dan justru akan menjadi aneh saat kita melihat di musim pertama liga di tahun 1992-93 ketika hanya satu manajer, Ian Porterfield dari Chelsea, yang dipecat.
Hal ini mencerminkan ketidaksabaran di level sepakbola tingkat atas yang modern tetapi juga mengatakan sesuatu tentang sifat pekerjaan seorang manajer sepak bola saat ini.
Klub-klub Inggris dulu memiliki ‘manajer umum’ yang membeli dan menjual pemain dan sebagian besar memainkan sistem yang sama setiap minggu, sekarang perekrutan sebagian besar diluar kendali mereka dan pekerjaan mereka adalah tentang mempersiapkan skuad secara taktis untuk setiap pertandingan.
Manajer Menjadi Lebih Mudah Digantikan
Tetapi ada yang aneh juga nih musim ini, kalau kamu kamu yang mengikuti perkembangan berita Premier League, musim ini hanya ada dua manajer yang pergi!
Yang pertama adalah Sheffield United yang memecat Paul Heckingbottom dan kembali menunjuk pendahulunya, Chris Wilder, sementara kedua adalah Nottingham Forest yang memutuskan berpisah dengan Steve Cooper dan kemudian menunjuk Nuno Espirito Santo.
Cuman dua bro yang dipecat! Itu jauh berbeda dengan musim lalu! Dan kini kita sudah melewati setengah musim liga, jadi apa alasan pemilik klub-klub Liga Premier kini menjadi jauh lebih sabar daripada musim lalu?
Nah, ada beberapa konteks penting yang perlu dipertimbangkan dari musim lalu, misalnya Chelsea, di awal era Todd Boehly pada dasarnya mereka telah memecat tiga orang manajer.
Pertama memecat Tuchel yang kemudian membuat Brighton kehilangan Potter, kemudian Chelsea akhirnya memecat Potter juga.
Kemudian Leeds United maupun Southampton juga melakukan pemecatan di tengah musim mereka yang buruk, Jones dan Gracia tidak bertahan sampai akhir musim ini.
Performa Klub Promosi Jadi Kuncinya
Pertama, mari kita lihat posisi klub saat mereka berpisah dengan seorang manajer, mulai dari tahun 2012.
Tidak mengherankan bahwa klub-klub di bagian bawah papan klasemen lebih cenderung cepat mengambil tindakan, tetapi seberapa banyak pemecatan terpusat di antara empat klub paling bawah itu?
Menggunakan data dari tahun 2012 ke depan, manajer di posisi ke-17 klasemen dipecat sebanyak manajer di posisi ke-12, ke-13, ke-14, dan ke-15 digabungkan.
Dengan kata lain, 63 persen manajer dipecat ketika tim mereka berada di empat posisi terbawah.
Memecat seorang manajer hampir selalu tentang mencoba mempertahankan posisi mereka di Premier League.
Poin penting dari musim ini adalah, ketiga klub promosi sangat lemah. Hanya sekali dalam era Liga Premier ada tiga klub yang baru naik kasta langsung turun kasta kembali!
Itu terjadi di musim 1997-98, ketika Barnsley, Bolton Wanderers, dan Crystal Palace langsung terdegradasi, kembali ke alam aslinya.
Dan kini sebenarnya ada peluang hal itu bisa terjadi lagi, pasalnya Sheffield United dan Burnley sekarang berada di zona degradasi dan Luton Town masih mepet-mepet di posisi ke-17.
Secara tidak langsung, berarti kini lebih sedikit klub non-promosi yang khawatir dengan posisi mereka di klasemen. Penalti 10 poin yang diberikan kepada Everton, yang akibatnya membuat mereka bertarung melawan degradasi, juga berperan di sini.
Sementara itu, klub-klub yang dipromosikan lebih sedikit kemungkinan memecat manajer mereka. Kenapa?
Kita melihat bagaimana Heckingbottom kehilangan pekerjaannya, tetapi pelatih seperti Vincent Kompany dan Rob Edwards memiliki catatan jasa dari kesuksesan mereka sendiri musim lalu dan mungkin berada di tempat yang baik untuk mencapai promosi kedua jika diperlukan.
Perjuangan kolektif trio pelatih tim promosi ini kontras berbeda dari musim lalu ketika Fulham, Bournemouth, dan Nottingham Forest semuanya tampil kompetitif dan akhirnya bisa tetap bertahan di kasta teratas, yang berarti ada 17 klub Liga Premier non-promosi yang merasa posisi mereka terancam dan akhirnya memecat manajer mereka saat mereka tergelincir lebih dekat ke zona degradasi.
Apakah Pola Itu Terulang Lagi?
Mengambil total poin klub promosi setelah 10 pertandingan Liga Premier dan membandingkan mereka terhadap jumlah total kepergian manajer per musim menghasilkan pola menarik.
Semakin baik performa tim promosi dalam di awal musim, semakin banyak kepergian manajer klub non-promosi, itu terjadi di seluruh liga.
Polanya memang tidak sempurna, ada jumlah kepergian manajer yang sangat rendah selama era Covid ketika ketidakpuasan penggemar kurang terdengar dan ketika ingin mendatangkan manajer dari luar negeri yang rumit prosesnya.
Tetapi korelasinya cukup meyakinkan. Klub-klub tidak tiba-tiba menjadi lebih sabar musim ini, mereka hanya memiliki lebih sedikit alasan untuk panik hingga harus memecat manajer mereka. Karena musim ini performa tim promosi tidak terlalu mengancam. Yah begitulah sepak bola!