
Gilabola.com – Jack Grealish tampil gemilang di Everton, namun dia tak diizinkan tampil saat timnya menghadapi Manchester City akhir pekan ini. Larangan tersebut muncul karena aturan Premier League yang melarang pemain pinjaman tampil melawan klub induknya.
Kondisi ini memunculkan perdebatan besar tentang integritas kompetisi, terlebih Grealish merupakan pemain kunci Everton musim ini dan bagian penting dari kemenangan mereka atas Crystal Palace.
Everton baru saja mengalahkan Crystal Palace 2-1, hasil yang membuat City naik ke peringkat kelima klasemen sementara. Namun kemenangan itu terasa ironis karena saat kedua tim bertemu nanti, Everton akan tampil tanpa bintang terbaiknya.
David Moyes, pelatih Everton, tidak punya pilihan lain selain menerima kenyataan bahwa dia tak bisa menurunkan pemain yang baru saja mencetak gol penentu kemenangan. Bagi Everton, kehilangan Grealish di laga melawan City sama saja dengan kehilangan sumber kreativitas utama mereka.
City sendiri akan diuntungkan oleh aturan tersebut. Pep Guardiola menilai Grealish belum cukup konsisten untuk skuad utamanya, tetapi tetap mendapat manfaat dari aturan yang melindungi klub induk dari potensi kerugian akibat pemain pinjaman.
Integritas Kompetisi yang Dipertanyakan
Banyak pengamat menilai aturan itu melemahkan integritas liga. Mereka berpendapat bahwa jika Everton harus tampil tanpa pemain pinjamannya saat menghadapi City, maka secara tidak langsung Premier League ikut menciptakan ketimpangan kompetitif di dalam liga.
Crystal Palace misalnya, harus menghadapi Everton yang diperkuat Grealish dan kalah karenanya. Namun City justru akan menghadapi Everton yang lebih lemah, semata karena peraturan administratif. Bagi sebagian pihak, ini adalah bentuk ketidakadilan yang merusak esensi kompetisi yang sehat.
Jurnalis olahraga Andy Dunn menilai bahwa aturan tersebut seharusnya sudah lama dievaluasi. Dia menegaskan bahwa Premier League seharusnya cukup kaya untuk membuat semua klub membeli pemain yang mereka butuhkan, bukan meminjam dari klub besar lalu diikat dengan syarat yang menguntungkan pihak peminjam.
Kasus Grealish bukan yang pertama. Sebelumnya, pemain seperti Marcus Rashford juga mengalami situasi serupa ketika dipinjamkan ke Aston Villa. Meskipun tampil baik, status pinjaman membuatnya tidak bisa memberikan pengaruh penuh di seluruh kompetisi.
Di sisi lain, Grealish disebut benar-benar menikmati masa pinjamannya di Everton. Dia beradaptasi dengan cepat di Hill Dickinson Stadium dan menjadi sosok penting dalam kebangkitan tim. Namun seberapa besar pun pengaruhnya, statusnya sebagai pemain pinjaman tetap membatasi kebebasannya di lapangan.
Beberapa pihak di Everton berharap sang pemain bisa direkrut permanen. Namun harapan itu dianggap tipis karena City masih memegang kendali penuh atas masa depannya. Bila Grealish tampil cemerlang, klub-klub besar Eropa tentu akan datang dengan tawaran yang lebih menggiurkan.
Masalah ini juga menyingkap sisi pragmatis dari transfer modern. Klub seperti City bisa meminjamkan pemain mahalnya, meringankan beban gaji, namun tetap mempertahankan kendali dan perlindungan kompetitif. Sementara klub peminjam seperti Everton harus menanggung konsekuensinya di pertandingan penting.
Pada akhirnya, semua pihak tampak diuntungkan—kecuali liga itu sendiri. City menghemat gaji, Everton mendapat pemain berkualitas, dan Grealish memperoleh waktu bermain. Namun, di balik itu semua, integritas Premier League kembali menjadi pertanyaan besar yang belum juga mendapat jawaban.