
Gilabola.com – Dulu, ketika Liverpool FC dianggap sebagai klub masa lalu dan Manchester United FC menjadi raja sepak bola Inggris, siapa sangka situasinya akan berbalik? Kini, menjelang pertemuan dua raksasa ini di Anfield, Liverpool berada di jalur kemajuan, sementara United justru terjebak dalam bayang-bayang sejarah kejayaannya sendiri.
Dari Medali Masa Lalu ke Dominasi Masa Kini
Minggu ini di Anfield, Liverpool membagikan medali juara liga kepada para mantan pemain yang dulu tidak memenuhi syarat mendapatkan medali karena aturan lama.
Nama-nama legendaris seperti Terry McDermott, Alan Kennedy, David Fairclough, dan Jan Mølby pun hadir.
Namun yang menarik, jika dulu United mungkin akan menertawakan momen nostalgia ini, kini mereka tidak lagi punya posisi untuk melakukannya.
Ketika Fenway Sports Group mengambil alih Liverpool pada 2010, klub itu terpuruk di zona degradasi Premier League dan belum pernah menjadi juara Inggris selama 20 tahun. Pendapatan tahunan mereka bahkan hanya separuh dari United.
Butuh waktu satu dekade untuk membalikkan keadaan. Barulah pada 2020, Liverpool merebut gelar liga ke-20. Kini, tak ada lagi yang menertawakan.
Standar Tinggi vs Harapan Tipis
Pertemuan di Anfield kali ini menggambarkan perbedaan arah perjalanan dua klub. Bagi Liverpool, tiga kekalahan beruntun dianggap sebagai “krisis kecil”. Standar mereka memang sangat tinggi sekarang. United? Mereka datang dengan harapan, bukan keyakinan.
Musim lalu, hasil imbang 2-2 di Anfield sempat dianggap titik cerah bagi pelatih Rúben Amorim. Tapi kenyataannya, United kini jauh tertinggal. Sejak terakhir kali menjuarai liga pada 2013 bersama Alex Ferguson, selisih total poin dengan Liverpool mencapai 177 poin.
Liverpool kini memiliki 20 gelar liga—menyamai United—dan hampir menyamai kekuatan finansial mereka.
Seberapa Dekat? Sangat Dekat
Sejak 1990 hingga 2020, United mendominasi dengan 13 gelar Premier League. Liverpool baru bangkit di era Jürgen Klopp, meski sering kalah tipis dari Manchester City FC asuhan Pep Guardiola. Kini, keduanya sama-sama punya 20 gelar liga.
Dalam total trofi besar, Liverpool unggul tipis dengan 47, sedangkan United 44. Liverpool punya enam trofi European Cup, United tiga. Benar-benar duel yang hampir imbang.
Ketika Roda Berputar
Roy Evans, sosok legendaris Liverpool era 90-an, tahu betapa sulitnya membangun ulang identitas klub. “Butuh waktu lama untuk naik ke puncak, tapi hanya 30 detik untuk jatuh,” ujarnya. Jan Mølby pun mengakui, di era 90-an United melesat jauh dan Liverpool tertinggal.
United sempat berharap era Klopp akan berakhir cepat. Namun lebih dari setahun sejak Arne Slot datang, tanda-tanda itu belum muncul. Liverpool pernah gagal lima kali memutus puasa gelar antara 1997 hingga 2019, tapi United kini justru jarang mendekati puncak.
Sejak Ferguson pensiun, mereka hanya sekali finis di posisi dua dan itu pun tertinggal 19 poin dari City.
Uang Masih Jadi Senjata United
Meski terpuruk di lapangan, United masih raksasa di sektor komersial. Pendapatan mereka musim 2023-24 mencapai sekitar €770,6 juta atau Rp13,7 triliun—tertinggi keempat di Eropa—unggul dari Liverpool dengan €714,7 juta atau Rp12,7 triliun.
United punya kontrak apparel senilai sekitar Rp1,6 triliun per tahun dengan Adidas, sementara Liverpool sekitar Rp1 triliun. Sponsor utama United, Snapdragon, membayar sekitar Rp1 triliun per tahun, lebih besar dari Standard Chartered milik Liverpool.
Keunggulan ini memberi United peluang besar jika mereka bisa bangkit di lapangan. Rencana pembangunan stadion baru Old Trafford pun jadi kunci. Meskipun Anfield berkembang pesat, United masih punya ruang lebih besar untuk bertumbuh.
Duel Global Dua Raksasa
Di mata dunia, United dan Liverpool tetap berada di puncak popularitas. Ketidakhadiran keduanya dalam Club World Cup musim panas lalu bahkan membuat hak siar TV sulit terjual. Pertandingan keduanya akhir pekan ini di Sky Sports akan menjadi tontonan global dengan estimasi 600 juta penonton di seluruh dunia—lebih besar dari Super Bowl.
Di Amerika, baik United maupun Liverpool masih jadi dua magnet utama penggemar Premier League. United masih unggul dalam jumlah pengikut di platform X dan Instagram—sekitar 200 juta—dibanding Liverpool sekitar 150 juta. Tapi Liverpool kini lebih unggul dalam interaksi penggemar, berkat efek era Klopp.
Masalah Besar United: Minim Bintang Global
Salah satu alasan Liverpool kini lebih menarik bagi generasi muda adalah faktor pemain bintang. Dalam daftar 26 pemain tertinggi rating game EA Sports FC 25, Liverpool punya lima nama—Mohamed Salah, Virgil van Dijk, Alisson Becker, Florian Wirtz, dan Alexander Isak.
United? Tidak ada satu pun. Minimnya ikon besar membuat daya tarik mereka perlahan memudar di kalangan fans muda yang cenderung mengikuti pemain ketimbang klub.
Rivalitas yang Tak Pernah Padam
Alex Ferguson pernah berseloroh saat para pekerja pembangunan di Carrington terlalu banyak orang Liverpool. “Mereka akan mencuri rahasiaku untuk Anfield,” katanya. Kalimat setengah bercanda ini menggambarkan intensitas rivalitas dua klub besar ini.
Ferguson tahu betul apa artinya Anfield. Dialah yang “menurunkan Liverpool dari takhta” di masa jayanya, tapi sejarah menunjukkan kejayaan itu tidak pernah permanen.
Kini, giliran Liverpool yang berdiri tegak. Anfield pada Minggu pukul 16.30 waktu setempat akan menjadi panggung besar. Hanya tiga poin yang diperebutkan, tapi gengsi dan harga diri jauh lebih besar dari itu.