Gilabola.com – Sean McAuley masih tertawa kecil saat mengingat masa-masa awal kariernya di dunia sepak bola. Kala itu, dia menjadi bagian dari akademi Manchester United, mencoba membuktikan diri di bawah asuhan Sir Alex Ferguson.
Datang sebagai gelandang energik, dia kemudian bertransformasi menjadi seorang bek. Dua tahun di tim muda mengantarkannya pada kontrak profesional, dan dua tahun berikutnya ia menjadi langganan di tim cadangan.
Namun, seperti yang dia gambarkan, jalur menuju tim utama dipenuhi oleh bakat luar biasa. Tahun 1992 menjadi periode krusial, saat Manchester United tengah bertransformasi dari tim spesialis piala menjadi kekuatan dominan di sepak bola Inggris. McAuley merasa dirinya berada di antara kedekatan dan keterjauhan yang sama dari impian masuk tim utama.
Kemudian datanglah panggilan dari Sir Alex Ferguson. Dia dipanggil ke kantor sang pelatih. McAuley sudah merasa akan segera dilepas, namun dia tidak menduga bagaimana caranya. Dia mengingat bahwa Ferguson memberitahunya bahwa dia akan pergi dan bahwa sang manajer sudah mencarikan klub baru untuknya.
St Johnstone menjadi tujuannya, dan Ferguson bahkan menyebutkan bahwa dia sendiri pernah bermain di klub tersebut. Dalam percakapan itu, Ferguson menjabarkan detail kesepakatan dan menyuruhnya naik pesawat.
Tanpa ragu, McAuley langsung menerima. Kepercayaannya pada Ferguson membuatnya yakin bahwa keputusan itu adalah yang terbaik. Bahkan sebelumnya, Ferguson pernah merekomendasikan namanya kepada pelatih Timnas Skotlandia U-21, Andy Roxburgh. Menurut McAuley, hal itu menunjukkan bahwa sang manajer selalu menempatkan kepentingan pemain sebagai prioritas.
Perjalanan Baru
Saat usianya baru 19 tahun, kariernya berlanjut ke Liga Skotlandia yang saat itu penuh dengan pemain berkualitas. Pengalaman di Manchester United ternyata tidak hanya membentuk kemampuan bermainnya, tapi juga membangkitkan hasrat untuk melatih.
Dia mengaku menyadari keinginannya menjadi pelatih sejak dini, bahkan sudah meraih lisensi penuh pada usia 22 tahun. Dia pun mulai meniti jalan sebagai pelatih di akademi-akademi sepak bola.
McAuley menyebut bahwa atmosfer di United yang dipenuhi sosok pemimpin memberi pengaruh besar terhadap keputusannya. Ia merasa bahwa meskipun sering bermain untuk tim cadangan, masuk ke tim utama terasa sulit karena banyaknya pemain serbabisa di posisinya. Dia sempat berharap mendapat kesempatan, namun akhirnya menyadari bahwa dirinya belum cukup baik untuk level tersebut.
Awal Karir Kepelatihan
Setelah meninggalkan United, dia melanjutkan karier ke beberapa klub Inggris seperti Hartlepool, Scunthorpe, dan Rochdale. Kesempatan besar kemudian datang saat dia pindah ke Amerika Serikat dan bergabung dengan Portland Timbers. Di sanalah fondasi karier kepelatihannya mulai terbentuk.
Enam musim dia habiskan sebagai pelatih di Sheffield Wednesday, termasuk dua kali menjadi manajer sementara. Setelahnya, dia kembali ke Portland sebagai asisten pelatih, lalu sempat bergabung dengan Orlando City dan Minnesota United, sebelum akhirnya mengambil peran utama di Indy Eleven—klub dari kasta kedua sepak bola Amerika.
McAuley menyaksikan langsung perkembangan sepak bola di Negeri Paman Sam. Dia menyebut bahwa kehadiran David Beckham membawa perubahan, namun bukan satu-satunya faktor.
Menurutnya, seiring waktu, semua pihak kini memahami pentingnya investasi dalam tim dan liga. Dia menyebut bahwa para pemain Amerika kini mulai merambah liga-liga besar Eropa, sesuatu yang dahulu sulit dibayangkan.
Kini, dia memimpin Indy Eleven dengan tujuan membawa konsistensi dan mengubah pola pikir tim. Dia merasa bahwa banyak orang di klub itu masih menjalani pekerjaan pertama mereka di sepak bola, termasuk di manajemen. Maka dia ingin mendorong perubahan standar secara bertahap namun tegas.
McAuley menyebut bahwa dirinya senang berada di Indianapolis, baik secara pribadi maupun profesional. Dia datang dengan pikiran terbuka dan menemukan lingkungan yang menyenangkan. Dia juga merasa dipercaya mengambil keputusan tanpa banyak intervensi, sebuah hal yang menurutnya jarang ditemukan di dunia sepak bola profesional.
Meskipun telah tiga dekade berlalu, pengaruh Manchester United masih melekat erat. Dia merasa bahwa masa-masa itu sangat membentuk dirinya. Dia belajar dari sosok-sosok besar seperti Ferguson, Eric Harrison, dan Nobby Stiles.
Dia juga menilai bahwa para pemain senior seperti Bryan Robson adalah panutan sejati, bukan hanya karena kualitas bermain, tapi karena kedisiplinan dan cara menjalani hidup sebagai profesional. Sepak bola, bagi McAuley, telah menjadi pendidikan terbaik yang dia terima—dan semua itu berakar dari Old Trafford.