
Gilabola.com – Evaluasi menyeluruh terhadap rekrutmen Everton kembali dibahas setelah komentar pedas mengenai pola belanja klub di masa lalu kembali mencuat.
Perubahan kepemilikan, perpindahan stadion, serta kembalinya David Moyes turut memperkuat fokus baru terhadap strategi transfer. Pakar analitik Tarkan Batgun pun memaparkan lima cara yang dia nilai dapat membantu Everton membangun sistem rekrutmen yang lebih jelas dan stabil.
Masalah ini mengemuka sejak pengakuan singkat Farhad Moshiri pada 2022 yang dinilai mencerminkan kekacauan era sebelumnya. Belanja besar yang tidak tepat arah disebut menjadi akar dari sederet kegagalan hingga hukuman pengurangan poin yang menyeret klub ke zona genting.
Dampak dari keputusan buruk saat itu sempat menyeruak bak rentetan masalah yang datang bertubi-tubi. Everton bahkan disebut akan terdegradasi bila sanksi serupa dijatuhkan setahun lebih awal.
Di tengah evaluasi tersebut, Everton kini memiliki pemilik baru lewat The Friedkin Group, stadion baru Hill Dickinson, dan pelatih lama yang kembali dipercaya. Kondisi ini membuat pembenahan rekrutmen menjadi salah satu fokus utama jeda internasional.
Dalam sebuah pembahasan di podcast klub, Gavin Buckland menilai Everton perlu memilih pendekatan yang lebih realistis. Dia menggambarkan bagaimana klub sempat berada di antara ambisi historis dan kebutuhan untuk meniru model klub-klub yang tumbuh lewat rekrutmen efisien.
Pendekatan berbasis data disebut telah mengubah cara klub mencari pemain di seluruh dunia. Di titik ini, sosok Tarkan Batgun menjadi salah satu figur yang kerap dibicarakan berkat pengalaman panjangnya dalam sistem analitik dan pengembangan model kecerdasan buatan.
Batgun, yang memiliki pengalaman dua dekade dalam analisis sepak bola, mengembangkan konsep laboratorium pencarian pemain ketika bekerja di Bursaspor. Dia dipercaya memiliki pemahaman kuat mengenai hubungan antara gaya main, data, dan prediksi adaptasi pemain.
AI Bantu Arah Transfer
Ketika dimintai pandangan mengenai cara AI membantu Everton, dia menilai permasalahan klub bukan kurangnya usaha, melainkan ketidakjelasan arah. Menurutnya, terlalu sering terjadi pergantian pelatih dan perubahan strategi sehingga rekrutmen kehilangan konsistensi.
Dia menilai Everton membutuhkan keselarasan dan ketelitian karena AI dapat memberi dukungan keputusan yang stabil. Batgun menyebut lima faktor yang bisa memperbaiki rekrutmen, mulai dari pencarian pemain yang benar-benar sesuai gaya pelatih hingga evaluasi intensitas liga asal pemain.
Dia juga menilai pentingnya mengukur kemungkinan adaptasi pemain ke Premier League karena tingkat kompetisi yang sangat berbeda. Beberapa rekrutan lama disebut gagal karena tidak siap menghadapi tempo liga Inggris.
Faktor lain yang dia tekankan adalah kemampuan menemukan pemain undervalued sebelum performanya meningkat tajam. Dia menilai klub-klub seperti Brighton dan Brentford berhasil karena berani percaya pada data kontekstual.
Dia pun mendorong Everton menjaga konsistensi jangka panjang agar tidak lagi terombang-ambing oleh pergantian manajerial maupun kepemilikan. Sistem berbasis data disebut dapat membuat kerangka kerja lebih tahan terhadap perubahan.
Batgun menambahkan bahwa analitik kontekstual, bukan sekadar angka mentah, dapat membuat klub membangun skuad dengan arah lebih jelas dan lebih cepat. Dia menyampaikan pandangannya sebagai hasil pengamatan panjang, tanpa ingin disalahartikan.
Dalam pandangan jangka panjang, dia percaya scouting berbasis AI akan berkembang hingga mampu menjawab kebutuhan taktis klub secara langsung. Dia membayangkan pelatih dapat bertanya mengenai profil pemain yang cocok dan sistem memberikan jawaban dalam konteks sepak bola nyata.
Menurutnya, masa depan rekrutmen tidak hanya menilai bakat, tetapi juga kecocokan dengan lingkungan permainan tertentu. Dia menilai pertanyaannya bukan lagi apakah pemain itu bagus, tetapi apakah dia cocok untuk tim tertentu.
Dia menutup dengan keyakinan bahwa kecerdasan buatan memberi keunggulan kompetitif mulai dari prediksi perkembangan hingga simulasi performa. Namun dia menegaskan bahwa teknologi tidak akan menggantikan peran manusia dalam sepak bola.
