Juara Liga Europa Justru Bisa Jadi Beban Bagi Proyek Ruben Amorim di Manchester United

Gilabola.comManchester United akan menghadapi laga krusial di Bilbao pekan depan. Bukan hanya karena ini final Liga Europa yang bisa memberi gelar juara, tetapi juga karena kemenangan akan mengantar mereka ke Liga Champions musim depan.

Hanya saja, bagi pelatih Ruben Amorim, ada lebih banyak hal yang dipikirkan ketimbang sekadar meraih tiket kompetisi Eropa paling elit itu mengingat masalah kompleks yang dimiliki klub.

Bagi Ineos dan Manchester United, kemenangan di final juga bisa berarti tambahan dana lebih dari Rp 2,2 Triliun, yang tentu sangat dibutuhkan untuk menghadapi aturan Profit and Sustainability dari Premier League.

Dalam konteks finansial dan daya tarik bagi pemain top, Liga Champions jelas menguntungkan. Tapi Amorim justru mempertanyakan, apakah saat ini timnya sudah benar-benar siap untuk tantangan seberat itu.

Ketika berbicara seusai kekalahan dari West Ham United pada hari Minggu, Amorim mengaku dirinya tidak tahu mana yang lebih baik: bermain di Liga Champions atau tidak.

Hal serupa pernah dia utarakan menjelang laga leg kedua perempat final Liga Europa melawan Lyon. Menurutnya, pada titik saat ini, Manchester United belum siap untuk bersaing di Premier League sekaligus menghadapi kerasnya kompetisi Liga Champions.

Liga Champions: Berkah atau Beban untuk Proyek Amorim?

Dalam konferensi pers itu, pelatih asal Portugal itu menegaskan bahwa menjalani pertandingan Liga Champions pada tengah pekan lalu menghadapi tim-tim kuat Premier League di akhir pekan merupakan tantangan berat.

Dia menjelaskan bahwa skuad yang ditanganinya saat ini membutuhkan banyak pekerjaan, dan pekerjaan itu membutuhkan waktu, termasuk waktu untuk berlatih.

Amorim menyampaikan bahwa tanpa keikutsertaan di Liga Champions, mereka bisa memiliki pekan-pekan penuh untuk fokus membangun ulang tim dan menanamkan pola permainan yang dia inginkan.

Dia tetap menyatakan keinginannya untuk meraih gelar dan mengincar Liga Champions sebagai target tertinggi. Namun, dia menambahkan bahwa bila tim gagal lolos, itu bukanlah akhir dari segalanya. Malah bisa jadi itu adalah kesempatan besar untuk berbenah.

Situasi ini membuat final melawan Tottenham memiliki dimensi lain, bukan hanya tentang kejayaan bola Eropa, tapi tentang arah masa depan tim. Jika menang, Amorim akan mendapatkan trofi dan tantangan besar di depan. Jika kalah, dia mendapat ruang dan waktu untuk membentuk ulang skuadnya.

Banyak yang kemudian membandingkan situasi ini dengan Chelsea musim 2016/17 di bawah asuhan Antonio Conte. Setelah gagal lolos ke kompetisi Eropa, Chelsea justru sukses membangun kembali kekuatan tim dengan jadwal yang lebih ringan dan akhirnya menjuarai Premier League.

Amorim tak secara langsung mengatakan bahwa dia ingin mengikuti jejak itu, tapi apa yang dia sampaikan menunjukkan bahwa dia menaruh nilai besar pada waktu latihan dan kesempatan untuk membentuk tim secara sistematis.

Di tengah semua keraguan ini, satu hal yang pasti: Amorim tetap akan mengincar kemenangan. Namun dari setiap pernyataan yang dia lontarkan, tampak bahwa dia sedang menyusun rencana jangka panjang, dengan atau tanpa Liga Champions.