Mengapa Barcelona Tak Lagi Kelas Dunia? Pelajaran Keras untuk Hansi Flick

Gilabola.com – Barcelona datang ke London dengan ambisi besar, namun pulang membawa kenyataan pahit. Dalam duel yang mempertemukan dua klub dengan sejarah besar di Eropa, Chelsea tampil jauh lebih siap, lebih agresif, dan lebih efektif. Hasilnya jelas: Barcelona kalah di semua aspek permainan.

Realitas yang Tak Bisa Ditutupi

Untuk tim yang semula diprediksi sebagai calon finalis Liga Champions, performa Barcelona justru menunjukkan hal sebaliknya. Musim ini mereka belum mampu menampilkan standar kelas dunia seperti tahun lalu. Cedera memang mengganggu, tetapi alasan itu tak lagi cukup menutupi masalah utama: intensitas, fisik, dan kemauan bertarung yang sangat menurun.

Kehadiran pemain seperti Pedri mungkin memberi sentuhan berbeda, namun dengan level usaha dan determinasi yang minim seperti di laga ini, kehadiran satu pemain tidak akan mengubah segalanya.

Chelsea Tampil Sebagai Juara Dunia Klub

Jika Barcelona tampil datar, Chelsea justru mengenakan identitas mereka dengan penuh keyakinan. Sebagai juara Piala Dunia Antarklub, mereka memperlihatkan keseimbangan antara permainan menyerang dan kerja keras tanpa bola.

The Blues memenangi hampir setiap duel perebutan bola pertama maupun kedua. Sejak menit awal mereka terlihat lebih siap, lebih fokus, dan lebih bernafsu untuk memenangkan laga—hal yang benar-benar hilang dari permainan Barcelona.

Barcelona bahkan bisa saja memimpin andaikan Ferran Torres tidak menyia-nyiakan peluang emas di awal laga. Namun dalam sepak bola, tim yang lebih siap biasanya mendapatkan hadiahnya.

Masalah Taktik Flick yang Tak Kunjung Berubah

Salah satu kekhawatiran terbesar yang mulai mengemuka adalah pendekatan Hansi Flick. Mantan pelatih timnas Jerman itu terlihat hanya memiliki satu rencana permainan. Ketika pemain kunci absen, tidak ada adaptasi signifikan. Ketika tim bermain dengan 10 pemain, tidak ada rencana darurat yang terlihat jelas.

Saat rencana A buntu, Barcelona tampak kebingungan. Ini bukan kejutan, sebab pola seperti ini terus berulang sepanjang musim. Wajar jika kini Flick mulai disorot.

Para Pemain Tidak Lepas dari Tanggung Jawab

Raphinha menjadi salah satu figur yang memberi energi berbeda saat ia masuk ke lapangan. Gestur tubuhnya mencerminkan frustrasi terhadap minimnya usaha dari beberapa rekan setimnya. Seakan ia ingin berkata: “Jika permainan kami buruk, setidaknya tunjukkan kerja keras.”

Tekanan, pressing, dan duel—elemen dasar yang dapat mengubah momentum—nyaris tidak terlihat dari Barcelona hingga sang winger Brasil masuk.

Maka pertanyaan pun muncul: mengapa ia tidak menjadi starter? Begitu pula dengan Marcus Rashford. Apakah alasan kebugaran, ataukah Flick merasa Ferran Torres memberi keuntungan taktis lebih besar? Jawabannya belum jelas.

Januari Bisa Menjadi Bulan Penentu

Dengan performa inkonsisten dan kemampuan bersaing yang diragukan, Barcelona dan jajaran manajemen seperti Joan Laporta serta Deco kini masuk fase refleksi besar. Liga Champions adalah kompetisi yang paling jujur dalam mengungkap kualitas tim.

Jika Barcelona tak mampu mengenali kekurangannya sekarang, mereka bisa terlempar dari kompetisi lebih cepat dari yang dibayangkan. Bursa transfer Januari bisa menjadi momen penting untuk memperbaiki dinamika tim—baik dari sisi komposisi pemain maupun filosofi permainan.

Kesimpulan: Harus Ada Perubahan

Melanjutkan tren seperti ini tanpa koreksi hanya akan mengarah pada hasil yang sama. Entah itu soal pendekatan taktik Hansi Flick atau performa para pemain, sesuatu harus diperbaiki dan segera.

Saat ini, Barcelona harus mengakui satu hal sederhana namun menyakitkan: mereka belum cukup baik untuk bersaing di level tertinggi.

SebelumnyaBayern Munchen Siapkan Senjata Rahasia! Kompany All-Out Hadapi The Gunners di Liga Champions