Alasan Kenapa Kylian Mbappe ke Real Madrid Masuk Akal Secara Taktik

Gila Bola – Ada banyak alasan kenapa Real Madrid begitu ingin mendatangkan Kylian Mbappe, karena secara taktik Mbappe sangat-sangat masuk akal berada di skuad Los Blancos!

Kylian Mbappe adalah bintang muda pertama yang mencetak gol di final Piala Dunia sejak Pele pada tahun 1958. Ia juga pemain pertama yang mencetak hattrick di final Piala Dunia sejak Geoff Hurst pada tahun 1966.

Mbappe juga menjadi pemain terbaik Ligue 1 selama lima musim berturut-turut, rekor yang tak ada duanya, dan pencetak gol terbanyak kompetisi tersebut di abad ke-21.

Sekarang di usia 25 tahun, Mbappe pernah menjadi pemain termuda yang mencapai pencapaian mencetak 10, 20, 30, dan 40 gol di Liga Champions.

Kami akan jelaskan mengapa Kylian Mbappe memamng masuk akal secara taktik bagi Real Madrid berikut ini.

“Kylian tidak perlu melihat permainan secara keseluruhan,” kata Mauricio Pochettino sebelum Piala Dunia 2022, tentang pemain yang bermain sebanyak 75 kali di bawah asuhannya di Paris Saint-Germain, dengan torehan 67 gol tersebut.

Menurut Pochettino, Mbappe bisa menghilang selama lima atau bahkan 10 menit, tidak terlibat dengan timnya, lalu tiba-tiba muncul, melakukan sesuatu yang luar biasa, dan memenangkan pertandingan. Jika dia tidak menyentuh bola, dia tetap tenang. Dia tahu bahwa saat bola menghampirinya, dia masih bisa mengalahkan lawannya.

Mbappe terag-terangan menginginkan transfer ke Real Madrid selama bertahun-tahun, dan sekarang akhirnya kini terwujud. Selain memenuhi impiannya, transfer ini masuk akal secara taktik, gaya bermain, dan untuk generasi Real Madrid berikutnya.

Kombinasi Ancelotti dan Mbappe, Sempurna!

Namun, ada satu alasan terbesar mengapa transfer ini cocok untuknya saat ini: Mbappe akan bermain di bawah asuhan Carlo Ancelotti!

Pelatih asal Italia ini adalah satu-satunya pelatih kepala yang pernah menjuarai semua lim liga top Eropa, dan memiliki lebih banyak trofi Liga Champions (total lima) daripada pelatih lainnya. Ancelotti jarang dianggap sebagai ahli taktik, dia malah lebih sering dianggap sebagai pelatih yang sangat disukai para pemain, tetapi Ancelotti jelas adalah seorang ahli taktik.

Ancelotti lebih fleksibel daripada yang orang kira dan begitu juga dengan Kylian Mbappe.

Ancelotti berulang kali menemukan solusi unik untuk mengakomodasi para pemain bintang. Di AC Milan, ada tiga tempat untuk empat gelandang elit: Andrea Pirlo, Clarence Seedorf, Rui Costa, dan Kaka.

Dalam bukunya, Quiet Leadership, Ancelotti mengatakan bahwa dirinya menggunakan formasi berlian, di mana Pirlo dan Kaka bertukar posisi. Pirlo lebih mundur dan Kaka lebih maju. Sistem 4-4-2 berlian ini mengubah Kaka telah menjadi Pemain Terbaik Dunia!

Kaka adalah salah satu dari empat peraih Ballon d’Or yang berhasil meraih penghargaan tersebut dengan Ancelotti sebagai pelatih mereka, jumlah terbanyak dari pelatih mana pun.

Di Milan, pemain Brasil itu menang pada tahun 2007 dan Andriy Shevchenko pada tahun 2004.

Cristiano Ronaldo (memenangkan dua dari lima Ballon d’Or miliknya di bawah asuhan Ancelotti, pada tahun 2013 dan 2014) dan Karim Benzema (2022) adalah dua lainnya, keduanya di Real Madrid.

Kylian Mbappe, yang selalu masuk 10 besar peraih Ballon d’Or setiap tahun sejak 2017 (tidak ada Ballon d’Or pada 2020 karena pandemi) dan peringkat ketiga terakhir, belum pernah memenangkan penghargaan tersebut.

Di Juventus, Ancelotti mengatakan dia menyusun tim yang berfokus pada Zinedine Zidane, karena pemain Prancis itu mampu mengubah caranya memandang sepak bola.

Mbappe adalah pemain transformatif yang serupa dengan Zidane dan kepindahannya ke Madrid membawa kemiripan dengan situasi Zidane, selain membantu timnas Prancis memenangkan Piala Dunia.

Ancelotti menempatkan pemain di lapangan di tempat mereka merasa nyaman!

Luis Enrique Tak Bisa Pahami Mbappe!

Pandangan ini sedikit kontras dengan pelatih kepala PSG Luis Enrique, yang ditunjuk musim panas lalu dan mencoba menerapkan gaya yang menyerupai tim Barcelona ikoniknya.

Mbappe mencetak 33 persen dari gol liga PSG musim lalu (27 dari total 81 gol klub), satu gol setiap 80 menit. Hanya pada 2018-19 (71 menit per gol) ia mencetak gol lebih sering di PSG.

Meskipun angkanya bagus, seringkali terasa dia mencetak gol terlepas dari taktik dan sistem Luis Enrique, jarak tembakan rata-ratanya adalah yang tertinggi dalam karirnya.

Sistem Luis Enrique dan Mbappe tidak terbukti tidak bisa berpadu harmonis.

Pelatih asal Spanyol itu mencoba memainkannya di sebelah kiri, sebagai pemain dengan peran No 10 dan di No 9 dalam formasi 4-3-3.

Ada formasi 4-3-1-2 dengan Mbappe dan Bradley Barcola sebagai striker terpisah di Liga Champions. Luis Enrique juga mencoba Mbappe dan Randal Kolo Muani sebagai pasangan penyerang di Eropa.

Tetapi pada akhirnya sang manajer tidak pernah menemukan formasi yang sempurna, hasilnya tidak konsisten, untuk bisa membuat Mbappe dan sistem tersebut selaras.

Sifat Mbappe yang jarang menyentuh bola dan kontribusi defensif yang terbatas terkadang terlihat bertentangan dengan keinginan Luis Enrique untuk menguasai bola, pressing, dan kontrol.

Mbappe, seperti yang dikatakan Pochettino, adalah pemain yang hadir di momen terpenting klub yang berkembang dalam situasi kacau. Dia terlalu bagus untuk diabaikan, tetapi bukan profil yang akan cocok dengan Luis Enrique.

Gaya Santai Kylian Mbappe

Pemain PSG telah mencetak enam hat-trick Ligue 1 dekade ini dan Mbappe mencetak hampir semuanya kecuali satu. Yang keempat datang pada kemenangan tandang 3-0 November melawan Reims, yang ditahan imbang PSG dua kali pada musim sebelumnya. Dia memenangkan pertandingan dengan caranya sendiri yang santai, dengan tiga penyelesaian sekali sentuh.

“Saya meminta lebih dari Mbappe,” kata Luis Enrique setelah pertandingan. “Bukan dalam hal mencetak gol; Saya meminta lebih dalam hal mendukung rekan setimnya dan berpartisipasi lebih banyak dalam situasi permainan. Tidak diragukan lagi, dia adalah salah satu pemain terbaik di dunia, tetapi kami masih perlu melihat Kylian yang lebih baik.”

Inilah inti masalahnya. Mbappe, sang pemenang pertandingan, memiliki sentuhan bola paling sedikit dibandingkan pemain PSG lainnya yang menjadi starter. Meski begitu, ia berkontribusi pada separuh dari sentuhan bola PSG di area penalti Reims (13 dari 26) dan melakukan sembilan dari 14 tembakan mereka. Mbappe menerima umpan progresif terbanyak (14) dan menmbawa bola secara progresif terbanyak, tetapi tidak melakukan tekel atau intersepsi.

Itulah mengapa ia sering dicap sebagai pemain yang egois, meskipun sebagian alasan ia menyerang dengan cara ini adalah dinamika Ligue 1.

Karena ini adalah liga yang didominasi oleh pemain muda, pressing dan counter-pressing bisa jadi kurang terkoordinasi, sementara para pemain bertahan kurang berpengalaman, yang memberikan lebih banyak waktu, ruang, dan dorongan untuk menggiring bola, setiap musim sejak 2018-19, Ligue 1 menjadi liga dengan dribbling terbanyak.

Penyelesaian Mbappe yang tajam dan mendatar ke tiang dekat telah mengecoh para pemain bertahan dan penjaga gawang di seluruh Eropa.

Untuk melihat bagaimana Mbappe mungkin bisa cocok di Madrid, ada baiknya melihat apa yang terjadi ketika dua pemain Barcelona datang ke PSG.

Dalam 136 pertandingan yang dimainkan Mbappe bersama Neymar, keduanya mencetak total 54 gol. Ia bahkan lebih baik dengan Lionel Messi – bersama mereka mencetak 34 gol, di mana yang satu memberikan assist kepada yang lain, dalam 67 pertandingan. Mereka adalah dua rekan setim terbaik Mbappe untuk metrik itu dalam karirnya.

Gambaran taktik yang lebih besar adalah masalah defensif yang dimiliki PSG saat bermain dengan formasi 3-4-3 dengan Mbappe, Neymar, dan Messi di lini depan.

Ketiga penyerang tersebut sangat sedikit melakukan pertahanan – tetapi Mbappe berkembang pesat. Pada 2021-22, ia menjadi pemain pertama dalam sejarah Ligue 1 yang mencetak gol terbanyak (28) dan menghasilkan assist terbanyak (17) dalam satu musim.

Kebebasan untuk bertukar posisi dengan Messi dan Neymar, bermain berdekatan untuk melakukan kombinasi, memberikan dan menerima umpan terobosan, sangat menghancurkan pertahanan lawan.

Ancelotti Akan Temukan Solusinya

Mbappe bukan hanya pemain sayap kiri yang cepat dan menggunakan kaki kanan. Karirnya dimulai di sayap kanan di Monaco dan untuk Prancis, mencetak gol sebagian besar melalui penyelesaian sekali sentuh dari umpan silang, dan dari rebound.

Ada pertanyaan yang wajar tentang dia dan Vinicius Junior yang menyerang area lapangan yang sama, ditambah dampaknya pada peran Jude Bellingham yang suka masuk ke kotak penalti. Tapi sejarah menunjukkan Mbappe dan Ancelotti akan menemukan solusinya.

“Ada dua jenis manajer: mereka yang tidak melakukan apa-apa dan mereka yang menyebabkan banyak kerusakan,” kata Ancelotti sebelum leg kedua semifinal Liga Champions Madrid melawan Bayern Munchen pada bulan Mei lalu. “Permainan ini milik para pemain.”

Pep Guardiola, Jose Mourinho, dan Luis Enrique, dalam tiga cara berbeda, telah memenangkan Liga Champions dengan tim yang sangat terstruktur, yang bertentangan dengan cara Ancelotti.

Kedatangan Mbappe di Madrid akan cocok dengan formasi 4-2-3-1. Formasi ini juga pasti cocok untuk Luka Modric berada di posisi yang lebih dalam, di mana ia bisa melepaskan umpan sambil mempertahankan Bellingham di posisi No 10.

Terserah bagaimana Mbappe, Vinicius Jr dan Rodrygo bermain, tetapi struktur lini tengah Madrid dengan Eduardo Camavinga atau Aurelien Tchouameni kemungkinan akan menggantikan peran Toni Kroos yang pergi, akan membantu memfasilitasi sistem serangan dengan kebebasan untuk bergerak melintasi lapangan, baik dalam rotasi yang disengaja untuk membuat mereka sulit dijaga, atau bermain berdekatan untuk mendapatkan sudut untuk menggabungkan melawan pertahanan yang kompak dan melakukan tekanan jika mereka kehilangan bola.

Pertimbangkan usia lini depan Madrid, dan prospek sukses jangka panjang bagi juara Eropa 15 kali itu , berikut potensi starting XI Real madrid untuk musim depan:

Pada usia 25, Mbappe lebih tua dari Vinicius Jr (23), Bellingham (20) dan Rodrygo (juga 23). Kemudian ada Camavinga yang berusia 21 tahun dan Tchouameni yang berusia 24 tahun, yang masing-masing bergabung dengan Madrid dari Rennes dan Monaco pada tahun 2021 dan 2022.

Transfer seringkali adalah tentang waktu yang tepat, dan itu sebenarnya terlihat masuk akal sekarang. Ancelotti juga telah menyetujui kontrak baru hingga musim panas 2026 pada bulan Desember lalu, dan dia adalah pelatih yang tepat yang dibutuhkan Mbappe.