Alasan Tidak Banyak Pemecatan di Premier League Musim Ini

Gilabola.com – Premier League baru melihat satu pelatih dipecat di tengah musim. Tahun lalu pada bulan November 2022 sudah lima orang diberhentikan. Musim lalu seluruhnya ada 14 manajer ditendang. Ada alasan apa musim ini klub-klub Liga Inggris lebih kalem?

Paul Heckingbottom kemarin diberhentikan oleh Sheffield United usai menderita kekalahan 5-0 di tangan tim sesama degradasi Burnley pada pekan terakhir. Chris Wilder masuk sebagai pengganti.

Tetapi sebenarnya jika melihat angka 11 kekalahan dan dua hasil imbang, dan hanya satu kemenangan, yakni melawan Wolves 2-1 pada November lalu maka boleh dibilang Heckingbottom sangat beruntung bisa hidup enak sebegitu lamanya.

Mengapa Baru Satu Manajer Liga Inggris Dipecat Sejauh Ini?

Musim lalu sudah lima manajer Liga Inggris dipecat pada November selesai jeda internasional dan kemudian satu demi satu menyusul di tiap bulan setelahnya, kecuali Desember 2022, dengan semangat Natal dan ketidakinginan merusak pesta akhir tahun mungkin menjadi penyebabnya.

Mereka adalah Scott Parker (Bournemouth), Thomas Tuchel (Chelsea), Bruno Lage (Wolves), Steven Gerrard (Aston Villa), dan Ralph Hassenhuttl (Southampton).

Lalu kenapa klub-klub Premier League menjadi jauh lebih kalem saat ini? Begini penjelasannya.

Jarang-jarang Tiga Tim Promosi Premier League Langsung Degradasi 

Salah satu yang membuat para pemilik dan direksi klub lebih tenang adalah fakta bahwa sangat jarang terjadi tim-tim promosi langsung terdegradasi semusim berikutnya. Hanya satu kali hal ini terjadi sepanjang sejarah sejak Premier League didirikan pada tahun 1992.

Itu membuat tim-tim seperti Burnley merasa sayang untuk memecat Vincent Kompany, yang sudah tampil luar biasa dengan rangkaian kemenangan di divisi Championship dan memastikan promosi tujuh pekan sebelum musim berakhir.

Luton Town juga tampil luar biasa musim ini. Anda bisa melihat perjuangan mereka saat menghadapi Arsenal dan seharusnya bisa menahan imbang serta mencuri poin dari sang pemimpin klasemen itu, jika bukan karena gol Declan Rice pada menit ke-97.

Liverpool dan Manchester City Menjadi Contoh Kasus

Tim-tim di Liga Inggris, para pemilik dan direksi, mengikuti dengan seksama apa yang terjadi dengan Jurgen Klopp di Liverpool dan Pep Guardiola di Manchester City sebagai contoh kasus. Tidak mungkin ada pemecatan dan manajer anyar akan langsung memberi dampak instan!

Klopp datang 2015 di Anfield, Guardiola 2016 di Etihad. Keduanya diberi waktu untuk mengukuhkan kekuasaannya di dalam tim, memilih para pemain yang mereka inginkan, menerapkan strategi utama tim, yang itu pun masih bisa berubah-ubah di sana sini selama beberapa tahun, dan baru menampakkan hasilnya akhir-akhir ini.

Guardiola baru berhasil merebut trofi kuping besar Liga Champions setelah tujuh tahun! Meskipun gelar juara domestik tiba lebih cepat, hanya dua tahun sejak kedatangannya. Dan sudah lima gelar juara Premier League sejak saat itu.

Klopp lebih cepat. Di tahun keempatnya 2019 ia sudah berhasil mempersembahkan trofi kompetisi Eropa itu serta gelar juara Premier League semusim kemudian, serta nyaris mempersembahkan empat gelar atau quadruple pada akhir 2021/22.

Lihat Mikel Arteta di Arsenal. Kepontal-pontal selama dua musim pertamanya dan baru setelah itu nyaris merebut gelar juara Liga Inggris pada akhir 2022/23 sebelum cedera pemain dan rangkaian kekalahan yang tidak perlu membuat Manchester City menyalip di minggu-minggu terakhir.

Apa artinya semua ini? Artinya kita akan melihat Erik ten Hag bertahan lebih lama di Old Trafford. Manajemen berpikir, siapa pengganti yang tepat jika sang pelatih Belanda itu dipecat? Lagipula pergantian manajer tidak pernah bisa memberi dampak instan seperti zaman dulu.

Ayo join channel whatsapp Gilabola.com untuk mendapatkan update terbaru seputar sepak bola! klik di sini gibolers!