Antara Loyalitas Atau Kurangnya Ambisi, Xabi Alonso Bakal Menyesal Tolak Liverpool dan Munchen

Xabi Alonso mengejutkan banyak pihak setelah menolak tawaran untuk menjadi pelatih Liverpool. Keputusan ini bisa dibilang membingungkan, meski ia sedang memimpin Bayer Leverkusen menuju musim tak terkalahkan.

Keputusan Xabi Alonso untuk menolak tawaran Liverpool bisa jadi adalah keputusan terburuk yang pernah dibuat Xabi dalam karirnya. Sebagai seorang pelatih, tentu saja ambisi menjadi faktor penting. Dan Alonso mungkin akan menyesali kurangnya ambisinya tersebut.

Kesempatan untuk menjadi pelatih di Anfield tidak datang setiap saat. Hanya 11 orang manajer yang pernah merasakan kursi tersebut sejak Bill Shankly. Apalagi sampai ditawari melatih Liverpool dan Bayern Munchen secara bersamaan – dan keduanya ditolak.

Banyak yang memuji kesetiaan Alonso pada Bayer Leverkusen, tim yang belum terkalahkan dalam 41 pertandingan kompetitif di bawah kepemimpinannya musim ini. Mereka menjuluki Leverkusen sebagai “The Invincibles” (Tim yang Tak Terkalahkan).

Memang, di usia 42 tahun, Alonso masih cukup muda untuk menjadi pelatih di klub top Eropa lainnya. Entah itu Anfield, Allianz Arena, Camp Nou, Santiago Bernabeu atau bahkan Vicarage Road.

Xabi Alonso Kurang Ambisius?

Namun, penolakan Alonso terhadap tawaran Liverpool dan Bayern Munchen menimbulkan pertanyaan tentang ambisinya. Apalagi kedua kursi pelatih tersebut mungkin tidak akan tersedia lagi dalam lima tahun ke depan jika Jurgen Klopp dan Thomas Tuchel berhasil menemukan suksesor lainnya.

Menurut laporan, kini Liverpool telah mencapai kesepakatan verbal dengan pelatih kepala Sporting Lisbon, Ruben Amorim untuk menggantikan Klopp di Anfield.

Jika Amorim, yang membawa Sporting meraih gelar liga pertama mereka di Portugal selama 19 tahun, berhasil menerapkan formasi 3-4-3 miliknya di Liverpool, maka Alonso tidak akan dilirik lagi oleh The Reds dalam waktu dekat.

Sukses Bersama Leverkusen, Lalu Bagaimana?

Leverkusen kemungkinan besar akan memenangkan Bundesliga musim ini. Mereka unggul 14 poin dengan sisa enam pertandingan. Mereka juga difavoritkan untuk mengalahkan West Ham di perempat final Liga Europa.

Tapi apa yang akan terjadi pada Alonso dan Leverkusen musim depan? Bagaimana jika mereka menjalani seluruh musim 2023-24 tanpa terkalahkan? Bagaimana ia bisa melampaui pencapaian tersebut?

Bagaimana jika mereka memenangkan Treble – Bundesliga, Piala Jerman, dan Liga Europa – masih adakah target lain yang bisa mereka capai di BayArena? Memang, tantangan Liga Champions menarik, namun Liverpool dan Bayern Munchen bisa menawarkan hal yang sama dengan budget yang lebih besar.

Richard Keys, mantan pembawa acara Sky Sports, menilai keputusan Alonso sebagai pelatih yang “takut menghadapi tantangan”. Ia berpendapat bahwa Alonso tidak akan mendapatkan kesempatan seperti ini lagi untuk melatih tim besar.

Loyalitas atau Ambisi?

Mungkin sebutan “takut menghadapi tantangan” terlalu berlebihan. Alonso mungkin percaya bahwa Leverkusen adalah “tempat yang tepat untuk saya berkembang sebagai pelatih” dan ia ingin membalas kepercayaan mereka yang telah memberinya kesempatan sebagai pelatih kepala dengan loyalitas.

Dalam dunia sepak bola yang penuh persaingan, kita harus menghormati keputusannya dan mungkin juga mengaguminya. Namun, ambisi seringkali menjadi indikator utama kemampuan seorang pelatih, atau setidaknya keyakinan pada kemampuannya sendiri.

Para pendukung Liverpool mungkin akan selamanya berterima kasih atas kontribusi Alonso pada keajaiban Istanbul tahun 2005, tetapi mereka juga akan bertanya-tanya apakah Alonso telah melewatkan kesempatan emas untuk menjadi pelatih mereka.

Ayo join channel whatsapp Gilabola.com untuk mendapatkan update terbaru seputar sepak bola! klik di sini gibolers!